bisnis PTC INDONESIA

Iklan kami

Cari disini

pura silayukti


PURA SILAYUKTI, PASRAMAN MPU KUTURAN Pura Silayukti merupakan salah satu Pura Dang Kahyangan di Bali. Pura ini terletak di sebuah bukit bagian timur Desa Padangbai. Pura ini dipercaya sebagai parahyangan Ida Batara Mpu Kuturan, seorang tokoh yang sangat berjasa dalam menata kehidupan sosial religius masyarakat Bali sekitar abad ke-11 Masehi. Apakah fungsi Pura Silayukti dalam konteks spiritual dan sosial di Bali? =============================================== Pujawali di pura ini, kata pengayah yang juga prajuru Desa Pakraman Padangbai I Kadek Rena, Selasa (25/4) kemarin di Padangbai, yakni jatuh tiap Buda Kliwon Pahang (enam bulan sekali). Pura lain yang terkait pura ini yakni Pura Telaga Mas, diduga semula pasraman Mpu Kuturan. Selain itu di sebuah goa di timur, di tebing pantai yang curam ada Pura Payogan. Diduga di tempat ini Mpu Kuturan melakukan yoga semadi pada masanya. Saat ini, pura ini terdiri atas bangunan sederhana berupa beberapa arca di dalam tebing karang yang menyerupai goa dangkal. Di selatan Pura Silayukti terletak Pura Tanjungsari. Pura ini dipercaya sebagai parahyangan Mpu Baradah, adik Mpu Kuturan. Mpu Baradah, kata Rena dan Jro Mangku Wayan Marsa -- pemangku di Pura Melanting dan Pura Mumbul, Padangbai ini -- sempat ke Bali. Tujuannya guna memohon kepada kakaknya, Mpu Kuturan, agar salah seorang putra Raja Airlangga di Jawa Timur bisa diangkat menjadi raja di Bali. Namun, Mpu Kuturan tak sependapat. Sebelum bertolak pulang ke Jawa, Mpu Baradah sempat beberapa waktu tinggal di Bali dan mendirikan parahyangan yang diberi nama Pura Tanjungsari. Pujawali di pura itu jatuh pada Buda Kliwon Matal. Saat pujawali, baik di Pura Silayukti maupun Tanjungsari, persembahyangan juga dilakukan pamedek ke Pura Telaga Mas atau pun ke Pura Payogan. Mpu Kuturan diperkirakan tiba di Bali pada tahun 1001 Masehi. Tujuannya ke Bali dalam rangka menata kehidupan sosial religius masyarakat Bali. Masalahnya, saat itu kehidupan masyarakat Bali tengah mengalami keguncangan. Banyak terdapat sekte-sekte keagamaan di dalam masyarakat, dan antarsekte itu ternyata tidak rukun. Di antara sekte-sekte itu, ada enam yang besar dan cukup berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Bali. Raja Bali minta kepada Mpu Kuturan agar menata dan menyatukan masyarakat Bali. Mpu Kuturan yang diangkat sebagai senapati kerajaan pun melakukan pendekatan kepada masyarakat termasuk kepada para pemimpin sekte-sekte besar itu. Disepakatilah dilakukan paruman di Pejeng di Pura Samuan Tiga. Saat itu, senapati Mpu Kuturan juga sudah dipercaya sebagai Pekira-kira Ijro Makabehan (penasihat semua golongan, kelompok atau sekte). Berkat pendekatan, pemikiran dan usaha yang dilakukan Mpu Kuturan, sekte-sekte dalam masyarakat Bali itu berhasil lebur dan menyatu (manunggal). Dalam pesamuan (pertemuan) yang diikuti perwakilan sekte-sekte dan kelompok masyarakat Bali yang saat itu dipimpin Mpu Kuturan itu, kata Rena, dicetuskan konsep sosial religius Tri Murti Tatwa yakni Brahma, Wisnu dan Siwa. Untuk memuja sinar suci atau manifestasi Tuhan itu, di tiap desa pakraman didirikan Pura Kahyangan Tiga. Di Pura Puseh sebagai tempat pemujaan sinar suci Tuhan dengan manifestasi Wisnu, di Pura Bale Agung/Pura Desa tempat pemujaan Brahma dan di Pura Dalem sebagai tempat memuja sinar suci Tuhan dengan manifestasi Siwa dan saktinya. Selain itu, di tiap rumah tangga penduduk mesti didirikan sanggah kemulan (rong tiga), juga sebagai tempat pemujaan Tri Murti. Konsep itu, terkait juga dengan Tri Hita Karana di mana masyarakat Hindu mesti menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan (parahyangan), menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama warga (pawongan) dan menjaga hubungan yang seimbang dengan alam lingkungan (palemahan). Rena dan Jro Mangku Marsa menambahkan, setelah menginjak usia senja diperkirakan Mpu Kuturan meninggalkan jabatan politik (pensiun) menuju tahapan wanaprastha atau bhiksuka. Mpu Kuturan lantas menetap dan mendirikan parahyangan di timur Desa Padang. Dari sini, dalam yoga semadi dan perenungan-perenungan demi membangun dan lebih memantapkan penataan sosial religius masyarakat Bali terus diajarkan kepada masyarakat tentang dasar-dasar ajaran kebenaran (silayukti). Ajaran-ajaran beliau diduga disampaikan kepada sisya atau warga yang tangkil. Rena mengatakan dalam sebuah prasasti Padang Subadra berangka tahun 1324 Masehi, diketahui semula wilayah Desa Padang berupa anpadan. Di mana lahan di teluk kecil di tepi pantai dan dikelilingi perbukitan tandus berbatu, dicangkul untuk diolah menjadi ladang tempat bercocok tanam. Desa itu berkembang menjadi Desa Padang. Pada masa kedatangan penjajah Barat seperti Belanda, desa di tepi pantai dan teluk itu diberi nama Padang Bay (Teluk Padang). Pada perkembangan bahasa dan penulisan, Padang Bay berubah menjadi Padangbai, sehingga desa yang terus berkembang dengan pembangunan pelabuhan penyeberangan Padangbai-Lembar itu kini lebih dikenal dengan Desa Pakraman Padangbai. Rena dan Jro Mangku Marsa mengatakan, nama Pura Silayukti diduga berasal dari kata dasar ''sila'' diartikan dasar dan ''yukti'' diartikan benar atau kebenaran. Umat yang mamedek di Pura Silayukti itu diharapkan memegang teguh dan menjalankan ajaran kebenaran (agama) yakni Tri Murti Tatwa dan Tri Hita Karana. Sampai kini krama Desa Pakraman Padangbai dikenal sangat taat dalam menjalankan awig desa. Mereka rajin, trepti (tertib) tiap kali ada ayahan desa. Tiap ada aci atau pujawali di pura lingkungan desa setempat warga setempat yang merantau ke luar desa bahkan ke luar daerah selalu menyempatkan diri pulang kampung untuk bersembahyang. Sementara persembahyangan umat tak cuma dilakukan pada saat pujawali di Pura Silayukti. Selasa (25/4) kemarin, keluarga besar Pasek Tangkas dari Serai, Desa Pakraman Kembang Merta, Susut, Bangli nuur tirtha ke Pura Silayukti. Hal itu, kata salah seorang pamedek, terkait ngenteg linggih di Pura Panti setempat. * gde budana sumber: BaliPost Yasya sarve samarambhah kama samkalpavarjitah. Jnanagni dagdhakarmanam tam ahuh panditam budhah. (Bhagavadgita.IV.19). Maksudnya: Ia yang segala perbuatannya tidak terikat oleh angan-angan akan hasilnya (Niskama Karma), kepercayaannya dinyalakan oleh api ilmu pengetahuan (Jnyana Agni). Kepada ia diberikan gelar pandita oleh orang-orang bijaksana. Mpu Kuturan tokoh spiritual Hindu di abad ke-11 Masehi adalah salah seorang tokoh yang berbuat dengan landasan niskama karma. Artinya, berbuat tanpa pamerih akan hasilnya. Hal ini dilakukan karena Mpu Kuturan sudah sangat yakin akan ajaran Hukum Karma. Setiap perbuatan baik sudah dapat dipastikan akan membuahkan hasil yang baik. Karena itu, Mpu Kuturan hanya berkonsentrasi pada berbuat baik dan benar untuk kepentingan umat manusia dalam artian yang seluas-luasnya. Berbuat baik dan benar itu dilakukan karena keyakinan Mpu Kuturan sudah demikian disinari oleh api ilmu pengetahuan yang telah beliau capai. Mpu Kuturan tidak kawin karena beliau menempuh hidup Sukla Brahmacari. Jadinya semua umat manusia itu dianggap sebagai saudaranya. Inilah sesungguhnya perilaku seorang yang tepat disebut Pandita. Pura Silayukti adalah Pura Pasraman Mpu Kuturan. Mpu Kuturan-lah salah satu tokoh spiritual Hindu di masa lampau yang sangat tepat diberikan gelar Pandita ahli yang juga disebut Brahmanasista dalam pustaka Manawa Dharmasastra. Mpu Kuturan yang nama prinadi beliau Mpu Rajakerta. Beliaulah yang pernah menjabat Senapati Kuturan di Bali pada abad ke-11 Masehi. Mpu Rajakerta pada awalnya sebagai kesatria karena menjabat Senapati Kuturan. Setelah selesai menjabat Senapati Kuturan barulah beliau sebagai Bhagawanta Kerajaan Bali dengan gelar sebagai Mpu. Selanjutnya lebih populer dengan sebutan atau abhiseka nama Mpu Kuturan dengan asrama di Pura Silayukti. Di Pasraman Pura Silayukti ada empat kompleks tempat pemujaan. Di bagian utara adalah pura sebagai tempat pemujaan Mpu Kuturan. Beliau dipuja di Meru Tumpang Tiga menghadap ke selatan. Meru Tumpang Tiga inilah sebagai pelinggih utama di kompleks Pura Pasraman Mpu Kuturan. Di barat agak ke utara dari Pura Pasraman Mpu Kuturan ini terdapat Pura Taman Beji sebagai tempat memohon tirtha sebagai sarana utama pada saat upacara di Pura Pasraman Silayukti. Di kompleks bagian selatan dari Pura Pasraman Mpu Kuturan terdapat kompleks pura sebagai tempat pemujaan Mpu Bharadah. Di pura ini Mpu Bharadah dipuja di Meru Tumpang Tiga juga, cuma menghadapi ke barat. Sedangkan tempat meditasi Mpu Kuturan sebagai kompleks keempat terletak di bagian timur bukit Silayukti agak turun ke bawah menghadap ke timur di mana akan kelihatan laut yang membiru. Kalau saat bulan purnama dengan berpadu pada pemandangan laut kita melakukan meditasi di tempat ini sungguh sangat menggetarkan spiritual kita. Karena keadaan alam ciptaan Tuhan itu demikian mempesona bagi mereka yang memiliki minat spiritual. Mpu Kuturan adalah salah seorang dari lima orang suci yang berjasa menata kehidupan keagamaan Hindu di Bali. Lima orang suci yang bersaudara itu disebut Panca Pandita atau Panca Tirtha. Beliau itu adalah Mpu Gnijaya, Mpu Sumeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan dan Mpu Bharadah. Yang paling banyak berjasa menata kehidupan sosial religius Hindu di Bali adalah Mpu Kuturan. Hal ini dinyatakan dalam berbagai pustaka kuna yang ditulis dalam daun lontar. Dalam Lontar Usana Dewa dinyatakan Mpu Kuturan-lah yang mengajarkan cara-cara mendirikan tempat pemujaan atau kahyangan seperti Kahyangan Jagat di Bali. Dalam Lontar Kusuma Dewa juga dinyatakan Mpu Kuturan yang mengajarkan tentang pendirian Pura Sad Kahyangan di Bali dengan landasan konsepsi Sad Winayaka. Dalam lontar yang berjudul ''Mpu Kuturan'' juga dinyatakan Mpu Kuturan yang mengajarkan tentang pendirian Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman di Bali. Penataan Pura Besakih lebih lanjut juga dilakukan oleh Mpu Kuturan. Karena jasa beliau itu Mpu Kuturan distanakan di Meru Tumpang Sembilan di Pura Peninjoan. Pura Peninjoan ini termasuk kompleks Pura Besakih. Menurut Lontar Babad Bendesa Mas dan Lontar Kusuma Dewa, antara Pura Kentel Gumi, Pura Dasar di Gelgel dan Pura Goa Lawah yang mempunyai hubungan historis juga sama-sama didirikan oleh Mpu Kuturan. Karena jasa-jasa beliau itu di berapa Pura Kahyangan Jagat, Mpu Kuturan dimuliakan dalam Pelinggih Manjangan Saluwang. Demikian hampir di setiap pemujaan keluarga Hindu di Bali yang disebut Sanggah Gede atau Merajan Agung, Mpu Kuturan juga dimuliakan di Pelinggih Manjangan Saluwang. Jadinya Mpu Kuturan sangat berjasa dalam menata kehidupan manusia dan alam Bali berdasarkan ajaran Hindu. Hal inilah menyebabkan Bali sampai mendapat julukan Pulau Dewata atau Pulau Seribu Pura. Kalau kita perhatikan Mpu Kuturan bukan milik suatu wangsa atau warga tertentu. Yang patut kita renungkan lebih dalam tentang pendirian Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman di Bali sebagai pemujaan Tuhan sebagai Dewa Tri Murti. Pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti bukan untuk menyatukan adanya sekte-sekte Hindu yang bermusuhan. Para guru besar yang ahli ilmu purbakala di Bali yang pernah saya tanyakan menyatakan bahwa tidak ada catatan sejarah bahwa sekte-sekte Hindu di Bali pernah bermusuhan, apalagi berperang. Tujuan Mpu Kuturan mengajarkan pemujaan Tuhan sebagai Dewa Tri Murti adalah untuk menguatkan umat dalam melakukan upaya Utpati, Stithi dan Pralina. Utpati artinya giat menciptakan sesuatu yang sepatutnya diciptakan. Stithi artinya dengan sungguh-sungguh memelihara dan melindungi sesuatu yang seyogianya dipelihara dan dilindungi. Pralina maksudnya meniadakan sesuatu yang sepatutnya dihilangkan. Pralina bukan berarti merusak. Misalnya menghilangkan kebiasaan mabuk, apalagi saat merayakan hari raya keagamaan. Misalnya menghilangkan kebodohan dan kemiskinan dengan cara-cara yang baik, wajar dan benar. Itu juga tergolong kegiatan hidup yang termasuk pralima. Melakukan upaya Upati, Stithi dan Pralina tidaklah segampang teorinya. Melakukan hal itu perlu ada tuntutan Tuhan melalui pemujaan Dewa Tri Murti di Kahyangan Tiga. * I Ketut Gobyah

pura Rambut Siwi


Pura Rambut Siwi Pura Luhur Rambut Siwi terletak di Jalan Denpasar - Gilimanuk di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali Indonesia, 18 KM timur Kota Negara dan sekitar 200 meter ke selatan dari Pura Penyawangan( Pura yang terletak di pinggir jalan utama Denpasar - Gilimanuk, dan selalu di singgahi banyak pengguna jalan yang memohon Yeh Tirtha (air suci) agar mendapatkan keselamatan dalam perjalanan mereka). Pura Luhur Rambut Siwi di datangi oleh sebagian besar umat Hindu yang ada di Bali saat odalan Pura yang jatuh setiap 210 hari pada Buda(rabu), umanis, wuku prangbakat. Odalan yang jatuh pada hari biasa akan dilakukan Odalan Tingkatan Madia(menengah). Tapi jika bertepatan pada saat bulan Purnama atau Tilem maka akan dilaksanakan Odalan Tingkatan Utama(odalan Nadi). Sekilas Cerita tentang Pura Luhur Rambut Siwi yang Berawal dari Sehelai Rambut. Keberadaan Pura Luhur Rambut Siwi di Kabupaten Jembrana sudah sangat terkenal. Pada saat piodalan, umat dari berbagai penjuru memadati pura yang berlokasi di tepian laut ini. Berada sekitar 17 km arah timur kota Negara. Bagaimana sejarah pura ini? ASAL mula Pura Rambut Siwi tertuang dalam Dwijendra Tatwa. Menurut Mangku Gede Pura Luhur Rambut Siwi Ida Bagus Kade Ordo, pura ini tidak terlepas dari kedatangan Danghyang Dwijendra. Mengutip Dwijendra Tatwa, ia menceritakan setelah beberapa lama di Gelgel, Danghyang Dwijendra ingin menikmati Bali. Beliau pun berangkat ke arah barat sampai di daerah Jembrana berbelok ke selatan dan berbalik lagi ke timur menyusuri pantai. Saat menyusuri pantai tersebut, Beliau bertemu seorang tukang sapu di sebuah parahyangan. Tukang sapu tersebut sedang duduk di luar parahyangan. Ketika sang Pendeta lewat, dia pun menyapa sang Pendeta dan minta Pendeta tersebut jangan tergesa-gesa dan berhenti sebentar. Tukang sapu itu mengatakan, parahyangan merupakan tempat yang angker dan keramat. Barang siapa yang lewat dan tidak menyembah akan diterkam harimau. Untuk itulah, dia minta sang Pendeta sembahyang di parahyangan sembari menghambat perjalanan sang Pendeta. Danghyang Dwijendra pun menuruti keinginan si tukang sapu. Beliau lalu diantarkan masuk ke parahyangan. Di depan sebuah bangunan pelinggih, Danghyang Dwijendra melakukan yoga, mengheningkan cipta menatap ujung hidung (Angghsana Cika) dan menunggalkan jiwatman-Nya kepada Ida Sang Hyang Widhi. Ketika Beliau sedang asyik melakukan yoga, tiba-tiba gedong pelinggih tempat menyembah itu roboh. Peristiwa itu dilihat oleh tukang sapu. Dia lalu menangis dan mohon ampun kepada sang Pendeta. Tukang sapu itu merasa bersalah karena memaksa sang Pendeta menyembah di Parahyangan. Tukang sapu juga mohon dengan hormat disertai belas kasih sang Pandita agar parahyangan diperbaiki lagi. Tukang sapu ingin perahyangan dikembalikan seperti semula supaya ada yang mereka junjung dan sembah setiap hari. Danghyang Dwijendra merasa kasihan juga karena melihat bangunan palinggih itu roboh ditambah lagi adanya tangisan tukang sapu. Beliau pun bersabda, akan memperbaiki bangunan itu dan membuatnya seperti sedia kala. Selanjutnya Danghyang Dwijendra melepaskan gelung hingga rambutnya terurai. Beliau mencabut sehelai rambutnya dan diberikan kepada tukang sapu. ''Danghyang Dwijendra berkata, rambut tersebut agar diletakkan di pelinggih yang ada di Parahyangan dan disiwi atau dijunjung atau disembahyangi agar semua mendapat selamat dan sejahtera. Tukang sapu menuruti apa yang disampaikan Danghyang Dwijendra dan dia juga menuruti semua nasihat Danghyang Dwijendra. Dari sinilah awal nama Pura Rambut Siwi,'' tutur Mangku Gede. Karena hari sudah hampir malam, Danghyang Dwijendra pun berniat bermalam di Pura Rambut Siwi. Ternyata orang-orang yang datang makin banyak. Mereka datang untuk memohon nasihat agama dan mohon obat. Beliau lalu menasihatkan ajaran-ajaran agama, terutama mengenai bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi dan Batara-batari leluhurnya agar hidup sejahtera di dunia. Beliau juga mengingatkan agar setiap hari Rabu Umanis Perangbakat mengadakan pujawali di Pura Rambut Siwi untuk keselamatan desa. Delapan Pura Sampai saat ini pemedek yang tangkil ke Pura Rambut Siwi bukan hanya warga setempat saja. Banyak orang dari luar Jembrana datang ke pura untuk sembahyang dan mohon keselamatan serta kesejahteraan. Sekaa subak baik subak sawah maupun subak kering juga banyak yang melakukan persembahyangan di pura ini. Di sekitar Pura Luhur Rambut Siwi terdapat tujuh pura atau delapan termasuk Pura Luhur. Bagi umat yang pedek tangkil diharapkan mengikuti urutan tersebut. Pertama, persembahyangan dilakukan di Pura Pesanggrahan yang letaknya di pinggir jalan Denpasar-Gilimanuk. Selanjutnya persembahyangan dilanjutkan ke Pura Taman yang berada di sebelah timur jalan masuk ke lokasi Pura Rambut Siwi. Selesai di Pura Taman, pemedek menuju ke Pura Penataran. Lokasinya berada di timur Pura Luhur dan turun ke bawah. Selanjutnya persembahyangan dilanjutkan ke Pura Goa Tirta, Pura Melanting, Pura Gading Wani dan Pura Ratu Gede Dalem Ped. Setiap persembahyangan di Pura Ratu Gede Dalem Ped ini, pemedek mendapatkan gelang tridatu (hitam, merah, putih). Setelah itu, persembahyangan diakhiri di Pura Luhur Rambut Siwi. Menurut Ida Ayu Putu Nuadnya, mangku istri di Pura Luhur Rambut Siwi, dari semua pura tersebut, Pura Penataran dan Pura Luhur merupakan pura inti, sedangkan yang lainnya merupakan pesanakan. Di Pura Luhur terdapat 13 bangunan. Bangunan itu antara lain Padma, Pengayeng Gunung Agung, Meru Tiga linggih Ida Batara Sakti Wawu Rauh, Gedong, palinggih Ratu Nyoman Sakti, palinggih tumpang dua linggih Batari Dewa Ayu Ulun Danu, palinggih Rambut Sedana, Taksu, Pepelik, Piasan, Peselang, Bale Gong dan Gedong Pesimpenan Busana. Karena secara geografis Pura Luhur Rambut Siwi berada di wilayah Yeh Embang, Mendoyo maka pekandel pura pun berasal dari tiga desa yang sekitar pura yakni Desa Yeh Embang Kangin, Yeh Embang dan Yeh Embang Kauh. Dari tiga desa ini terdapat delapan bendesa. Saat ini ketua pekandel dipegang Gusti Made Sedana, Bendesa Yeh Embang Kauh. Sementara itu, Pengempon pura berasal dari Kecamatan Mendoyo dan Pekutatan. Ketua pengempon dipegang Dewa Made Beratha. Pada saat pujawali, selain Mangku Lingsir Istri Dayu Ketut Alit, Mangku Gede Ida Bagus Kade Ordo dan Mangku Istri Ida Ayu Putu Nuadnya, banyak pemangku yang ngayah di pura. Pembagian pemangku yang ngayah sudah diatur oleh bendesa masing-masing. Namun untuk sehari-harinya, Mangku Gede dan Mangku Istri yang berada di Pura Luhur. (wah) Mohon Keselamatan di Perjalanan JIKA melintasi jalan Denpasar-Gilimanuk di wilayah Yeh Embang, Mendoyo, banyak kendaraan yang berhenti di selatan jalan. Pengguna jalan yang beragama Hindu biasanya melakukan persembahyangan di tempat ini. Bagi mereka yang sudah terbiasa, tempat ini disebut Pura Pesanggrahan Rambut Siwi. Jika menghadap ke selatan dari Pura Pesanggrahan ini, akan nampak Pura Luhur Rambut Siwi dengan background lautan membiru. Begitu turun dari kendaraan, ada umat yang langsung masuk ke Pura Pesanggrahan dengan membawa canang sendiri atau membeli di sekitar Pura Pesanggrahan. Usai sembahyang, mereka mendapat percikan tirtha dari pemangku disertai doa semoga selamat dalam perjalanan. Bagi yang tidak membawa canang, mereka tinggal turun dari kendaraan. Pemangku pun dengan sigap akan melayani pemedek. Usai matirtha dan mendapat bija serta bunga, mereka mengaturan sesari. Tidak ada ketentuan berapa sesari yang diaturkan. Semua itu tergantung dari umat. Tak hanya umat saja yang didoakan supaya selamat dalam perjalanan. Kendaraan pun ikut diperciki tirtha dan dipasangi bunga serta bija. Pada hari-hari biasa, ratusan lebih kendaraan mulai dari kendaraan pribadi hingga kendaraan umum berhenti untuk berdoa dan mohon keselamatan. Pada hari libur atau hari-hari piodalan, jumlah kendaraan akan meningkat. Rombongan yang matirtayatra ke tanah Jawa biasanya berhenti untuk sembahyang di Pura Pesanggrahan ini. Demikian pula dengan rombongan yang plesir atau study tour ke Jawa. ''Kami tidak pernah memaksakan umat untuk berhenti dan sembahyang di Pura Pesanggrahan. Sembahyang itu tidak boleh dipaksakan,'' ujar Ida Ayu Putu Nuadnya, mangku istri di Pura Luhur Rambut Siwi. Sesari yang diperoleh dari pemedek, dipergunakan untuk biaya pujawali di Pura Luhur Rambut Siwi. (wah)

sejarah pura besakih


Sekilas tentang Pura Besakih [Kembali ke atas] Inilah asal mulanya ada Besakih, sebelum ada apa-apa hanya terdapat kayu-kayuan serta hutan belantara di tempat itu, demikian pula sebelum ada Segara Rupek (Selat Bali). Pulau Bali dan pulau Jawa dahulu masih menjadi satu dan belum dipisahkan oleh laut. Pulau itu panjang dan bernama Pulau Dawa. Di Jawa Timur yaitu di Gunung Rawang (sekarang dikenal dengan nama Gunung Raung) ada seorang Yogi atau pertapa yang bernama Resi Markandeya. Beliau berasal dan Hindustan (India), oleh para pengiring-pengiringnya disebut Batara Giri Rawang karena kesucian rohani, kecakapan dan kebijaksanaannya (sakti sidhi ngucap). Pada mulanya Sang Yogi Markandeya bertapa di gunung Demulung, kemudian pindah ke gunung Hyang (konon gunung Hyang itu adalah DIYENG di Jawa Tengah yang berasal dan kata DI HYANG). Sekian lamanya beliau bertapa di sana, mendapat titah dari Hyang Widhi Wasa agar beliau dan para pengikutnya merabas hutan di pulau Dawa setelah selesai, agar tanah itu dibagi-bagikan kepada para pengikutnya. Sang Yogi Markandeya melaksanakan titah itu dan segera berangkat ke arah timur bersama para pengiring-pengiringnya kurang lebih sejumlah 8000 orang. Setelah tiba di tempat yang dituju Sang Yogi Markandeya menyuruh semua para pengiringnya bekerja merabas hutan belantara, dilaksanakan sebagai mana mestinya. Saat merabas hutan, banyak para pengiring Sang Yogi Markandeya yang sakit, lalu mati dan ada juga yang mati dimakan binatang buas, karena tidak didahului dengan upacara yadnya (bebanten / sesaji) Kemudian perabasan hutan dihentikan dan Sang Yogi Markandeya kembali lagi ke tempat pertapaannya semula (Konon ke gunung Raung di Jawa Timur. Selama beberapa waktu Sang Yogi Markandeya tinggal di gunung Raung. Pada suatu hari yang dipandang baik (Dewasa Ayu) beliau kembali ingin melanjutkan perabasan hutan itu untuk pembukaan daerah baru, disertai oleh para resi dan pertapa yang akan diajak bersama-sama memohon wara nugraha kehadapan Hyang Widhi Wasa bagi keberhasilan pekerjaan ini. Kali ini para pengiringnya berjumlah 4000 orang yang berasal dan Desa Age (penduduk di kaki gunung Raung) dengan membawa alat-alat pertanian selengkapnya termasuk bibit-bibit yang akan ditanam di hutan yang akan dirabas itu. Setelah tiba di tempat yang dituju, Sang Yogi Markandeya segera melakukan tapa yoga semadi bersama-sama para yogi lainnya dan mempersembahkan upakara yadnya, yaitu Dewa Yadnya dan Buta Yadnya. Setelah upacara itu selesai, para pengikutnya disuruh bekerja melanjutkan perabasan hutan tersebut, menebang pohon-pohonan dan lain-lainnya mulai dan selatan ke utara. Karena dipandang sudah cukup banyak hutan yang dirabas, maka berkat asung wara nugraha Hyang Widhi Wasa, Sang Yogi Markandeya memerintahkan agar perabasan hutan, itu dihentikan dan beliau mulai mengadakan pembagian-pembagian tanah untuk para pengikut-pengikutnya masing-masing dijadikan sawah, tegal dan perumahan. Di tempat di mana dimulai perabasan hutan itu Sang Yogi Markandeya menanam kendi (payuk) berisi air, juga Pancadatu yaitu berupa logam emas, perak, tembaga, besi dan perunggu disertai permata Mirah Adi (permata utama) dan upakara (bebanten / sesajen) selengkapnya diperciki tirta Pangentas (air suci). Tempat di mana sarana-sarana itu ditanam diberi nama BASUKI. Sejak saat itu para pengikut Sang Yogi Markandeya yang datang pada waktu-waktu berikutnya serta merabas hutan untuk pembukaan wilayah baru, tidak lagi ditimpa bencana sebagai mana yang pernah dialami dahulu. Demikianlah sedikit kutipan dari lontar Markandeya Purana tentang asal mula adanya desa dan pura Besakih yang seperti disebutkan terdahulu bernama Basuki dan dalam perkembangannya kemudian sampai hari ini bernama Besakih. Mungkin berdasarkan pengalaman tersebut, dan juga berdasarkan apa yang tercantum dalam ajaran-ajaran agama Hindu tentang Panca Yadnya, sampai saat ini setiap kali umat Hindu akan membangun sesuatu bangunan baik rumah, warung, kantor-kantor sampai kepada pembangunan Pura, demikian pula memulai bekerja di sawah ataupun di perusahaan-perusahaan, terlebih dahulu mereka mengadakan upakara yadnya seperti Nasarin atau Mendem Dasar Bangunan. Setelah itu barulah pekerjaan dimulai, dengan pengharapan agar mendapatkan keberhasilan secara spiritual keagamaan Hindu di samping usaha-usaha yang dikerjakan dengan tenaga-tenaga fisik serta kecakapan atau keahlian yang mereka miliki. Selanjutnya memperhatikan isi lontar Markandeya Purana itu tadi dan dihubungkan pula dengan kenyataan-kenyataan yang dapat kita saksikan sehari-hari sampai saat ini tentang tata kehidupan masyarakat khususnya dalam hal pengaturan desa adat dan subak di persawahan. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa Besakih adalah tempat pertama para leluhur kita yang pindah dari gunung Raung di Jawa Timur mula-mula membangun suatu desa dan lapangan pekerjaan khususnya dalam bidang pertanian dan peternakan. Demikian pula mengembangkan ajaran-ajaran agama Hindu. 1. Pura Pesimpangan [Kembali ke atas] Dari Pura Dalem Puri ke timur dan membelok lagi ke selatan yaitu di sebelah timur jalan raya, di tempat yang agak terpencil, terletak Pura Pesimpangan. Piodalannya pada hari Anggara Keliwon Julungwangi, pura ini merupakan tempat pesimpangan (singgah) sejenak bila kembali melelasti dari Segara Kelotok Klungkung. Lebih lanjut ... 2. Pura Dalem Puri [Kembali ke atas] Pura ini terletak paling selatan dari Pura Penataran Agung, yaitu di sebelah barat sungai. Untuk mencapainya kita harus berjalan kaki kira-kira 300 meter ke utara dan kemudian membelok ke barat di suatu tempat yang agak terpencil. Di pura ini distanakan Bhatari Durga yang dahulu dinamai Pura Dalem Kedewatan. Para umat Hindu yang telah selesai mengadakan Upakara Pitra Yadnya yaitu ngaben dan Memukur atau Ngeroras biasanya ke pura ini, Mendak Nuntun Sang Pitara untuk distanakan di Sanggah atau Pemerajan masing-masing. Di sekitar Pura Dalem Puri terdapat suatu tanah lapang yang agak luas yang dinamai Tegal Penangsaran dilengkapi sebuah Pelinggih Tugu kecil di sebelah timur pura. Piodalan di pura ini pada hari Buda Keliwon Ugu, sedang setiap tahun pada sasih Kepitu penanggal 1, 3 atau 5 diselenggarakan upakara Yadnya Ngusaba Kepitu. Di dalam pura inilah menurut suatu cerita, Sri Jayakasunu menerima pewarah-warah atau sabda dari bhatari Durga tentang Upacara Eka Dasa Rudra, Tawur Kesanga, Galungan, Kuningan dan lain - lainnya, yaitu setelah Sri Mayadenawa dihancurkan karena tindakannya menghalang-halangi masyarakat melakukan ibadah agamanya ke Pura Besakih. Lebih rinci ... 3. Pura Manik Mas [Kembali ke atas] Pura ini merupakan Kahyangan Dewi Pertiwi atau disebut juga Sang Hyang Giriputri (Saktinya Siwa). Piodalannya pada hari Saniscara Keliwon Wariga (Tumpek Uduh). Di tempat ini seharusnya umat sembahyang dengan mempersembahkan aturan sepatutnya sebelum ia akan ke Pura Penataran Agung Besakih. Maksudnya agar baik jasmani dan rohani disucikan secara niskala sebelum akan menyelenggarakan sesuatu upakara Yadnya baik di Pura Penataran Agung maupun di pura pura sekitarnya. Diceriterakan oleh orang-orang tua, bahwa di masa-masa yang lalu yaitu waktu zaman Dalem atau Raja beliau biasanya ke Besakih dengan menunggang kuda, diiringi oleh masyarakat. Di sebelah selatan Pura Manik Mas beliau turun, kemudian bersama-sama muspa (sembahyang) di Pura Manik Mas. Selanjutnya barulah beliau menuju ke Pura Penataran Agung Besakih dengan berjalan kaki. Hal ini dilakukan karena wilayah antara Pura Manik Mas sampai ke puncak disebut Telajakan Pura Besakih yaitu Soring Ambal-ambal dan Luhuring Ambal-ambal. Oleh karenanya pula baik sekali bila mulai sekarang dirintis jalan agar setiap orang yang akan sembahyang ke Pura Penataran Agung Besakih, terlebih dahulu turun dan sembahyang di Pura Manik Mas, dan kemudian barulah setelah itu berjalan kaki ke Pura Penataran Agung sehingga keagungan dan kemuliaan Pura Besakih ini akan semakin dapat dirasakan serta diresapi. Lebih lanjut ... 4. Pura Bangun Sakti [Kembali ke atas] Letaknya disebelah timur jalan raya, di mana distanakan Triantabhoga yaitu Hyang Naga Basukih, Hyang Naga Sesa dan Hyang NagaTaksaka. Piodalannya pada hari Buda Pon Watugunung. Di samping itu setiap waktu tertentu diselenggarakan aci Pengangon dan Ngusaba Posya pada hari Tilem sasih keenem. Di pura inilah konon Danghyang Manik Angkeran di hidupkan kembali setelah beberapa lamanya wafat akibat kesalahannya kepada Hyang Naga Basukih. Lebih lanjut ... 5. Pura Ulun Kulkul [Kembali ke atas] Di sebelah barat jalan terletak Pura Ulun Kulkul di mana Hyang Mahadewa distanakan. Sebuah kulkul (kentongan besar) terdapat di pura ini dan dipandang sebagai kulkul yang paling utama dan mulia dari pada semua kulkul yang ada di Bali. Di zaman dahulu setiap desa atau banjar membuat kulkul, kulkul itu harus dipelaspas dan dimohonkan tirta di Pura Ulun Kulkul, agar atas asung wara nugraha Hyang Widhi Wasa, kulkul itu mempunyai taksu, yaitu ditaati oleh krama desa atau krama pemaksan pura yang akan memakai kulkul tersebut. Adapun piodalan di pura ini jatuh pada hari Saniscara Keliwon Kuningan atau tepat pada hari Raya Kuningan, sedang pada setiap hari tilem ketiga diadakan upakara aci Pengurip Bumi dan pada setiap hari tilem kaulu menghaturkan aci sarin tahun. Aci Pengurip Bumi dimaksudkan untuk memohon agar semua tanam-tanaman baik di sawah maupun di ladang menjadi subur dan sebagian kecil dari hasil pertanian itu kemudian dipersembahkan yang dinamakan aci sarin tahun. Jika ada Upakara-upakara Yadnya di Pura ini dan di Pura Penataran Agung, maka semua bangunan Pelinggih yang terdapat di dalamnya harus dihias dengan pengangge-pengangge sarwa jenar atau hiasan serba kuning. Lebih lanjut ... 6. Pura Merajan Selonding [Kembali ke atas] Di sebelah utara Pure Ulun Kulkul dan agak masuk ke barat dan jalan raya terdapat Pure Merajan Selonding. Dahulu kala pura ini adalah Merajan dari Dalem Kesari Warmadewa yang diperkirakan pernah mempunyai istana di Besakih dengan nama Bumi Kuripan. Raja Purana Besakih dalam bentuk lontar yang sering disebut Prasasti Bredah disimpan di pura ini, demikian pula seperangkat gamelan kuno yang bernama Selonding. Dalam Lontar Catur Muni-Muni yaitu yang menceriterakan tentang asal mulanya ada tabuh gamelan di Bali, dikatakan bahwa Bhagawan Narada mengajarkan para pertapa menabuh gamelan dengan gamelan Selonding. Sementara itu dalam Markandeya Purana ditegaskan bahwa Sang Yogi Markandeya juga memakai nama Hyang Naradatapa. Apakah yang dimaksud dengan Bhagawan Narada ini Sang Yogi Markandeya dan gamelan yang dipakainya itu gamelan selonding yang tersimpan di pura ini, masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut oleh para ahli. Piodalan di pura merajan Selonding pada hari Wraspati Keliwon Warigadian. Lebih lanjut ... 7. Pura Goa [Kembali ke atas] Ke utara dari Pura Manik Mas di sebelah timur jalan raya terletak Pura Gua di mana Hyang Naga Basuki diistanakan. Di sebelah timur Pura ini terdapat sebuah sungai dan pada tebingnya ada sebuah gua besar, tetapi sekarang gua tersebut sudah tertimbun runtuhan tanah longsor. Dalam ceritera tentang perjalanan Dang Hyang Sidimantra ke Besakih, diceriterakan bahwa di gua inilah beliau setiap hari-hari tertentu mempersembahkan haturan kepada Hyang Naga Basuki berupa empahan (susu), madu dan telur. Juga di tempat ini Dang Hyang Manik Angkeran memotong ekor Naga Basuki, sehingga Dang Hyang Manik Angkeran dipanggang sampai meninggal, tetapi kemudian dihidupkan lagi setelah Dang Hyang Sidimantra (Ayah dan Dang Hyang Manik Angkeran) dapat memasang kembali ekor Naga Basuki yang terpotong itu. Menurut ceritera rakyat, dahulu kala gua itu tembus sampai ke Gua Lawah Klungkung, sehingga pernah terjadi pada waktu ada sabungan ayam di Gua Lawah, salah seekor ayam sabungan itu lari masuk ke Gua Lawah kemudian dikejar terus oleh pemiliknya dan akhirnya ia keluar di gua Besakih. Pada permukaan gua sekarang ini sudah diperbaiki sehingga memungkinkan orang duduk untuk sembahyang atau semadi. Piodalan di pura Gua pada hari Buda Wage Kelawu atau Buda Cemeng Kelawu. Lebih jelas lagi ... 8. Pura Banua Kawan [Kembali ke atas] Pura Banua Kawan terletak di sebelah timur jalan raya yaitu di timur parkir kendaraan menghadap ke selatan. Di sini diistanakan Batari Sri dan hari piodalannya jatuh pada hari Sukra Umanis Kelawu. dahulunya di sebelah timur pura ini agak ke selatan terdapat sebuah lumbung padi untuk tempat menyimpan sebagian dari padi hasil sawah druwe Pura Besakih. Sekarang lumbung ini sudah tidak ada dan akan diusahakan untuk dibangun kembali. Dengan adanya lumbung ini diharapkan sebagai sarana permohonan untuk penginih-inih, artinya segala yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dapatlah dipenuhi, meskipun sederhana tetapi cukup. Lanjutannya ... 9. Pura Merajan Kanginan [Kembali ke atas] Letaknya di sebelah timur Banua Kawan, yaitu di ujung timur di tepi sebuah sungai menghadap ke selatan. Di sini distanakan Bhatara rambut Sedana dan terdapat pelinggih untuk memulyakan Empu Bradah dan Bhatara Indra. Adapun piodalannya jatuh pada hari Saniscara Keliwon Kerulut atau tumpek Kerulut. Menurut ceritera-ceritera yang pernah didengar oleh para orang-orang tua di Besakih, konon Pura ini bekas merajan dan Danghyang Manik Angkeran sewaktu beliau menjadi pertapa di Besakih. Lebih lanjut ... 10. Pura Hyang Haluh (Pura Jenggala) [Kembali ke atas] Dari Pura Banua Kawan ke barat melalui jalan setapak agak jauh ke dalam dan kemudian membelok ke utara akan kita dapati Pura Jenggala di atas sebuah bukit kecil. Menurut masyarakat setempat pura ini sering juga disebut Pura Hyang Haluh dan difungsikan sebagai Kahyangan Prajapati. Hal ini bisa dimengerti karena agak ke selatan dari Pura Jenggala terdapat tanah kuburan yang disebut Setra Agung. Di pura ini terdapat beberapa patung batu yang agak kuno menyerupai seorang resi, garuda dan lain lainnya, yang sakral dan dibuatkan pelinggih-pelinggih. Banyak sekali ceritera rakyat yang dihubungkan dengan pura ini, ada yang mengatakan bekas pertapaan Dyah Kulputih, ada yang mengatakan Kahyangan Melanting dan ada pula yang memperkirakan semacam Pura Alas Angker. Lebih lanjut 11. Pura Basukihan [Kembali ke atas] Di kaki Pura Penataran Agung Besakih yaitu di sebelah kanan kalau kita akan menaiki tangga Pura Penataran Agung, terdapat sebuah pura yang pelinggih induknya berupa meru tumpang pitu (tingkat tujuh). Pura ini bernama Pura Basukihan di tempat mana menurut perkiraan para sulinggih, Danghyang Markandeya menanam Pedagingan Pancadatu (lima jenis logam dengan kelengkapan upakaranya). Pura Basukihan, Pura Penataran Agung dan Pura Dalem Puri adalah induk dari Kahyangan Tiga di desa-desa yaitu pura Puseh, pura Desa dan pura Dalem. Dari kelengkapan palinggih-palinggih yang terdapat di masing-masing pura itu, demikian pula sastra-sastra agama yang ada hubungannya dengan tata cara membangun suatu pura, nampak bahwa pura Basukihan itu adalah pura Puseh Jagat, Pura Penataran Agung berfungsi sebagai pura Desa Jagat dan Pura Dalem Puri sebagai pura Dalem Jagat. Dengan demikian Pura Basukihan, Pura Penataran Agung dan Pura Dalem Puri adalah pusat dan semua pura Puseh, pura Desa dan pura Dalem yang terletak di manapun, sehingga pura Besakih secara keseluruhan adalah pura Penyungsung Jagat. Adapun yang distanakan di pura ini ialah Hyang Naga Basuki. Hari Piodalannya jatuh pada hari Buda Wage Kelawu atau Budha Cemeng Kelawu. Lebih detil ... 12. Pura Penataran Agung [Kembali ke atas] Di sebelah utara Pura Basukihan dinamai Pura Penataran Agung. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih. maka Pura Penataran Agung ini adalah yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di Besakih. Dalam Raja Purana Besakih dikatakan bahwa Pura Penataran Agung Besakih adalah tempat Pesamuaning Batara Kabeh. Denah pura Penataran Agung Besakih diuraikan habis, di sini... 13. Pura Batu Madeg [Kembali ke atas] Untuk mencapai Pura Batu Madeg ini kita berjalan kaki keutara disebelah Barat Suci dan kemudian membelok sedikit ke Barat. Pura ini cukup luas di mana di dalamnya banyak terdapat palinggih-palinggih dan meru. Palinggih pokok adalah stana Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Hyang Wisnu berupa meru tumpang 11. Upakara Yadnya atau Pangaci di pura Batu Madeg terdiri dari piodalan pada hari Soma Umanis Tolu, Ngusabha Warigadian pada hari penanggal 5 sasih kelima dan Benaung Bayu pada hari tilem sasih kelima. Palinggih-palinggih di Pura Batu Madeg antara lain: Bebaturan tempat memuja Bhatara Gajah Waktera. Di masa-masa yang lalu yaitu pada waktu perjuangan merebut kemerdekaan, konon para pejuang banyak yang bersemadhi di palinggih ini. Bebaturan linggih Bhatara Batudinding. Gedong Palinggih Bhatara Pujungsari. Meru tumpang 11 Palinggih Bhatara Manik Bungkah. Meru tumpang 11 Palinggih Bhatara Bagus Babotoh. Meru tumpang II Palinggih Bhatara Sakti Batu Madeg (Hyang Wisnu). Bebaturan Palinggih I Ratu Kelabangapit, tempat masyarakat memohon keselamatan bila akan membuat empelan (bendungan besar) dan memohon agar sawah-sawahnya tidak mengalami kekurangan air. Meru tumpang 9 Palinggih Bhatara Manik Buncing. Meru tumpang 9 Palinggih Bhatara Manik Angkeran yang dimuliakan oleh para prati sentananya dan sekarang dikenal dengan sebutan Pinatih, sulang dan Wayabya, di samping oleh Masyarakat umat Hindu umumnya. Bale Tegeh Palinggih Lingga. Bale Pesamuhan Agung tempat pemujaan umum ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagi Hyang Wisnu. Bebaturan Pelinggih Bhatara Sanghyang Batur. Gedong Palinggih Sanghyang Kumpi Batur. Enam buah Bale Pelik diantaranya terdapat tempat pemujaan pada Dukuh Suladri di Bale Pelik bagian Timur. Bangunan-Bangunan Bale Pegat, Bale Gong, Bale Pewedaan, dan Candi bentar. Bila terdapat karya-karya agung di pura Besakih demikian pula pengaci di pura Batu madeg, maka semua palinggih-palinggih yang terdapat di Pura ini dihias dengan pengangge-pengangge Palinggih seperti ider-ider, Lelontek, Pedapa dan lain-lainnya dengan warna serba hitam. Lebih lanjut ... 14. Pura Batu Kiduling Kreteg [Kembali ke atas] Dari Pura Penataran Agung ke timur melewati jalan setapak di sebelah menyebelah pura-pura Pedharman dan pada ujung timur terdapat Pura Kiduling Kreteg, yaitu di sebelah Timur sungai melalui sebuah jembatan. Luas Pura ini demikian pula jumlah palinggih-palinggihnya hampir sama dengan Pura Batu Madeg, di mana pelinggih pokoknya Meru tumpang 11 kahyangan Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Hyang Brahma. Di dalam lontar-lontar Pura ini kadang-kadang dinamai Pura Dangin Kreteg dan kadang Pura Kiduling Kreteg, mungkin karena tempatnya seolah-olah berada di sebelah timur jembatan dan seolah-olah di sebelah selatan jembatan kalau kita sedang berada di Pura Penataran Agung . Ini bisa dimengerti karena Pura Besakih sesungguhnya tidak sepenuhnya menghadap ke Selatan tetapi agak miring kearah Barat berhadapan dengan Pura Luhur Uluwatu di desa Pecatu Kabupaten Badung. Ini pulalah sebabnya Pura Luwur Uluwatu dan Pura Besakih Hyang Hyangning Segara Ukir atau Hyang Hyangning Segara Gunung dalam arti Pura Luhur Uluwatu berfungsi Predana dan Pura Besakih Purusa. Adapun bangunan-bangunan pelinggih yang terdapat di Pura Kiduling Kreteg antara lain: Meru tumpang 11 Pelinggih Hyang Brahma, yang oleh umum disebut Bhatara Agung Sakti. Meru Tumpang 7 Pelinggih Bhatara Bayu, yang oleh umum disebut I Ratu Bagus Bayusan. Meru tumpang 5 Palinggih Ida Ratu Bagus Swa. Meru tumpang I I Palinggih Ida Ratu Bagus Cili. Meru tumpang 5 Palinggih Ida Ratu Bagus Soha. Meru tumpang 3 Palinggih Ida Ratu Sihi. Meru tumpang 3 Palinggih Dewa-Dewi. Bale Pesamuan Agung. Bale Agung. Bale Pegat. BalePawedaan. Bebaturan. Bale Tegeh. Bebaturan. Panggungan. Bale Gambang. Bale Gong. Candi Bentar. Bale Pesambiyangan. Piodalannya jatuh pada Anggara Wage Dungulan atau Penampahan Galungan, sedang Aci Panyebab Brahma diselenggarakan setahun sekali pada hari purnama sasih Kaenem. Aci Panyebab Brahma adalah untuk memohon agar padi di sawah tidak merana dan hangus kekeringan. Dalam karya-karya di pura Kiduling Kreteg, semua penganggen pelinggih berwarna merah. 15. Pura Gelap [Kembali ke atas] Dari jalan setapak di sebelah timur Pura Penataran Agung ke utara (jalannya agak menanjak kira-kira 5 menit perjalanan), terdapat Pura Gelap di ketinggian. Pelinggih pokok berupa Meru tumpang 3 di sana distanakan Hyang Iswara, di samping sebuah Padma, Palinggih Ciwa Lingga, Bebaturan Sapta Petala, Bale Pewedaan dan Bale Gong. Piodalan di Pura Gelap jatuh pada hari Soma Keliwon Wariga dan Aci Pengenteg Jagat pada setiap hari Purnama sasih Karo. Di sinilah pura tempat umat maturan dan memohon kedamain pikiran dan kesejahteraan hidup sesuai dengan makna pengacinya yang disebut Aci Pengenteg Jagat. Pada waktu karya-karya di Pura Besakih semua pengangge-pengangge di Pura ini berwama serba putih. 16. Pura Pengubengan [Kembali ke atas] Pura Pengubengan ini letaknya ke utara dari Pura Penataran Agung melalui jalan setapak kira-kira 30 menit perjalanan. Di sini terdapat pelinggih pokok meru tumpang 11 di samping bale gong, bale Pelik, Piyasan, Candi Bentar dan tembok penyengker. Di sinilah pelinggih Pesamuhan Bhatara Kabeh sebelum Bhatara Turun Kabeh di Penataran Agung. Di antara pura-pura lainnya yang ada di Besakih, letak Pura Pengubengan ini yang tertinggi. Jika masyarakat bermaksud mempersembahkan aturannya kepuncak Gunung Agung akan tetapi tidak mampu karena tingginya, maka cukup aturan itu dipersembahkan di Pura Pengubengan ini. Sama halnya dengan dan Pura Peninjoan, dari sinipun pemandangan alam kelihatan indah sekali, akan tetapi Pura Penataran Agung tidak nampak. Sesungguhnya baik sekali apabila pada hari-hari tertentu (Rerainan) kita dapat pedek tangkil serta mempersembahkan aturan di Pura Peninjoan dan Pura Pengubengan secara berombongan, karena di samping hal-hal berkunjung ke Pura Pura itu termasuk Yadya yang disebut Tirtha Yatra, juga kita mengetahui secara langsung pura-pura itu. Piodalan di Pura Pengubengan jatuh pada hari Budha Wage Kelawu. 17. Pura Batu Tirtha [Kembali ke atas] Tempatnya tidak begitu jauh dan Pura Pengubengan yaitu disebelah timurnya kira-kira 10 menit perjalanan. Di sini terdapat sumber tirtha atau air suci yang dipergunakan bila ada karya-karya agung di Pura Besakih ataupun karya-karya agung di desa-desa pekraman, demikian pula di sanggar-sanggar pemujaan umat seperti di sanggah maupun merajan. Piodalan di pura Tirtha jatuh pada hari Budha Wage Kelawu. 18. Pura Batu Peninjoan [Kembali ke atas] Letak Pura ini agak kebarat-laut dari Pura Batu Madeg, melalui jalan setapak, menuruni lembah dan menyelusuri pinggir sungai kering tegalan penduduk. Perjalanan kurang lebih atarara 15 sampai 25 menit dan kita akan sampai di Pura Peninjoan disebuah bukit kecil. Di sana terdapat sebuah Meru tumpang 9. Dari tempat inilah konon Empu Kuturan meninjau wilayah Desa Besakih yang sekarang menjadi tempat pelinggih-pelinggih di Pura Penataran Agung dan sekitarnya, sewaktu beliau merencanakan pembanguan dan memperluas Pura Besakih ini yang di masa yang lalu tidak sebanyak yang kita saksikan sekarang. Di tempat inilah Empu Kuturan menjalankan tapa yoga samadhi bila beliau ke Besakih. Ajaran-ajarannya tentang tata cara membangun pura, membuat pelinggih meru, kahyangan tiga, Asta Kosala Kosali dan lain-lainnya sampai sekarang masih dipraktekkan oleh segenap lapisan masyarakat Hindu. Setelah beliau wafat beliau tidak lagi disebut Empu Kuturan, tetapi Bhatara Empu Kuturan, karena beliau dipandang sebagai Awatara atau Dewa Kemanungsan tidak ternilai besar jasanya dalam menuntun masyarakat Umat Hindu dan untuknya distanakan di Meru tumpang 9 di Pura Peninjoan ini, selain di tempat-tempat lain seperti di Silayukti (Padangbai - Karangasem). Dari Pura Peninjoan, semua pelinggih di Pura Penataran Agung dapat dilihat dengan jelas, demikian pula pantai dan daratan pulau Bali di sebelah selatan kelihatan indah sekali. Selain dari meru tumpang 9, pura ini juga dilengkapi dengan dua buah Bale Pelik dan Piyasan. Piodalan di Pura Peninjoan pada hari Wraspati Wage Tolu.

Pengertiaan Agama HINDU dengan konsep satu tuhan

Dewa-dewi dalam agama hindu Orang hindu percaya pada satu dan hanya satu tuhan(brahman dalam upanisad),tetapi mereka memujanya dalam berbagai bentuk yang di sebut dengan dewa-dewi. Hindu memuja banyak tuhan bukanlah politheisme akan tetapi monotheistik polytheisme. Pemikiran Hindu yang monotheisme adalah pengakuan tentang Tuhan yang diketahui dengan banyak cara dan dipuja dalam berbagai bentuk. Tradisi memuja banyak dewa dan dewi didasarkan pada logika berikut ini : 1. Agama Hind menyadari adanya perbedaan dalam pikiran manusia dan perbedaan tingkat spiritual dalam setiap individu. Agama Hindu tidak mengkategorikan manusia ke dalam satu keturunan. Mahabarata mengatakan "Akasat patitam toyam yatha gacchati sagram,sarva deva namaskarah kesavawam prati gacchati". (seperti air hujan yang jatuh dari langit yang secara perlahan mencapai lautan,begitu juga pemujaan yang dipersembahkan padanya dengan nama apapun yang kau kehendaki,atau bentuk apapun yang kau sukai, pastilah akan sampai padanya(satu-satunya) Mutlak,Infinit,kenyataan yang kuasa". 2. Menjadi pencipta dari berbagai bentuk dalam alam ini. Tuhan harus dapat berubah bentuk untuk menyenangkan pemujanya. Terlebih lagi, Tuhan tidak dapat dikatakan hanya memiliki satu bentuk atau nama tertentu karena akan membatasi kekuatannya yang pasti. Inilah mengapa hindu memuja berbagai nama dan bentuk tuhan (juga sesuai tempat dan fungsinya). Tidak ada nama atau bentuk yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lainnya karena semuanya itu adalah manifestasi dari Tuhan. Pemikiran ini lebih lanjut lagi dijelaskan dalam doktrin Atharva veda:"Ia adalah satu, Kesatuan itu sendiri, Dalam dirinya semua Dewa- Dewi adalah dirinya sendiri". Memuja bentuk tertentu dari Tuhan tidak membatasi atau bertentangan dengan memuja bentuk lain dari Tuhan. Logika ini mudah dimengerti dengan mempergunaka analogi sementara: ketika kita bekerja di kantor kita memakai jas dan dasi atau baju kantor. Ketika kita bekerja disekitar rumah kita,kita memakai celana pendek dan mungkin T-shirt. Ketika main tenis kita memakai pakaian olahraga, dan lain sebagainya.Intinya dalam semua kegiatan itu,Orangnya adalah sama,hanya pakainnya yang berbeda untuk melakukan berbagai tugas. Ketika seorang pemuja memilih satu bentuk Tuhan,Dewa yang terpilih disebut dengan ista- deva,atau ista-devata.Ista-deva ini menjadi obyek dari cinta pemuja dan pujian,memuaskan kerinduan sepiritualnya. Dalam naskah veda kuno sebuah usaha untuk memperbaiki jumlah dewa menjadi 33.ke-33 dewa dewi ini dibagi menjadi tiga kelompok yang beranggotakan sebelas. Satu kelompok berhubungan dengan swarga, kelompok yang kedua berhubungan dengan bumi, dan yang ketiga berhubungan dengan air dan atmosphere. Pemimpin dari kelompok pertama adalah Dewa surya,pemimpin dari kelompok yang kedua adalah Dewa agni,dan pemimpin yang ketiga adalah Dewa indra. Kemudian jumlah dewa-dewi itu berkembang menjadi 33 (330 juta).Konsep 330 meiliar dewi (atau dewa) terdengar menggelikan. Tetapi semuanya memiliki makna simbolis. Menurut pandangan hindu, atman adalah manifestasi dari Brahman dalam setiap mahluk hidup, dari manusia sempurna sampai dengan cacing yang terendah. Orang hindu memuja tuhan yang berada dalam semua mahluk,menyadari bahwa semua mahluk adalah manifestasi Tuhan yang berbeda kenyataan. Pada jaman dahulu dipercaya bahwa 330 mahluk hidup ada di dunia. Karena mahluk hidup dipercaya merupakan manifestasi brahman,maka adanya 330 manifestasi itu menyebabkan munculnya konsep 330 dewa. Sebenarnya 330 juta dewa ini tidak dapat dipuja. Tetapi jumlah 330 juta itu.merupakan perlambang dari ungkapan simbolis pada doktrin Hindu yang punda mental,bahwa tuhan hidup pada hati semua mahluk dan ia lah berbagai manifestasi yang tidak dapat dihitung. Sumber.paramita(pemikiran hindu.

HINDU MEMILIKI KONSEP KETUHANAN

   HINDU MEMILIKI KONSEP KETUHANAN
         DAN AJARAN YANG JELAS DAN MASUK AKAL



       Konsep Panca Srada Yang Begitu Sistimatis

          Berbicara tentang agama Hindu kita pasti tidak lepas dari Panca Sradha bahkan Hindu diidentikkan dengan panca sradha dimana orang yang ingin memeluk agama Hindu diwajibkan untuk menyakini lima konsep ajaran utama dalam Hindu yaitu panca sradha ini yaitu:
1. Percaya pada Adanya Brahman
2. Percaya kepada Atman
3. Percaya kepada Karmaphala
4. Percaya akan adanya Punarbhawa (reinkarnasi)
5. Percaya akan adanya Moksha


1. Percaya akan adanya Brahman
Dalam Veda Brahman sering diidentikkan sebagai tujuan tertinggi, satu-satunya realitas tertinggi, tapi Kebanyakan orang yang hidup di planet ini tidak pernah ingin tahu, “Apakah yang merupakan tujuan nyata, tujuan akhir dari hidup?” Akan tetapi, orang dibutakan oleh kebodohannya dan perhatiannya pada eksternalitas dunia. Dia terjebak, terpikat, terbelenggu oleh karma. Realisasi terakhir tersebut ada di luar pemahamannya dan tetap pada kegelapannya, bahkan secara intelektual. Pencarian terakhir manusia, batas akhir evolusioner, ada di dalam diri pribadi manusia itu sendiri. Ini adalah kebenaran yang dikatakan oleh para rishi Veda sebagai Pribadi (Tuhan) dalam diri manusia, dapat dicapai melalui pengendalian pikiran dan pemurnian.  Tujuannya adalah untuk menyadari Brahman dalam keabsolutan-Nya, atau teramat gaib (transcendent), sukar dipahami, di luar pengertian dan pengalaman manusia biasa, keadaan, ketika mencapai keadaan akhir diri anda—Kebenaran yang abadi, tanpa batas waktu, bentuk, dan ruang. Kebenaran itu berada di luar perkiraan pikiran, di luar perasaan yang alami, di luar aksi atau pergerakan vritti (gelombang pikiran). Kebenaran ini kemudian memberikan perspektif yang benar.  Pengalaman yang mendalam ini harus dialami sementara ada di dalam tubuh fisik. Seseorang kembali dan kembali lagi ke dalam jasmani hanya untuk menyadari Brahman. Tiada lagi yang lain. Namun, Brahman, harus menjadi sebuah pengalaman yang benar-benar dialami. Namun, walaupun demikian, ini adalah sebuah tujuan.
Orang atheispun kesulitan menyangkal bahwa Tuhan (Brahman) tersebut tidak ada, karena semua ciptaan  apapun bentuknya baik baik itu energi maupun  material mustahil muncul dengan sendiri pasti ada suatu creator (pencipta) atau penyebab adanya ciptaan itu. Tapi yang menjadi kesulitan utama adalah keterbatasan pikiran dan tehnologi untuk mengetahuinya.
Ada juga sebuah laporan yang diliput Martin Beckford di media kondang Inggris, Telegraph, 24 November 2008 dengan judul “Children are born believers in God, academic claims” (Anak terlahir mengimani Tuhan, kata akademisi). Menurut Dr. Barrett, manusia berusia muda telah memiliki pandanganbahwa setiap sesuatu di dunia diciptakan dengan sebuah tujuan dari yang menciptakannya. Ini menjadikan mereka memiliki kecenderungan meyakini keberadaan Dzat Mahatinggi.
 Anak-anak yang masih belia telah memiliki keimanan kepada Tuhan bahkan meskipun mereka belum diajarkan tentang hal itu oleh keluarga mereka atau oleh guru mereka di sekolah. Mereka yang dibesarkan sendirian di pulau tak berpenghuni sekalipun akan menjadi beriman kepada Tuhan, kata Dr. Barrett yang juga tercatat namanya di Institute for Cognitive and Evolutionary Anthropology, Oxford University, Inggris.
 Sebagaimana disiarkan BBC Radio, pendapat Dr. Barrett ini menyanggah pandangan sebagian kalangan ateis. Kalangan yang mengingkari Pencipta itu berpendapat bahwa keyakinan agama didapatkan anak melalui indoktrinasi dalam keluarga.  Hal ini telah dibantah ilmu pengetahuan modern. Menurut Dr. Barrett, bukti-bukti ilmiah selama kurang lebih 10 tahun terakhir lebih kuat menunjukkan bahwa lebih banyak faktor tampak mempengaruhi perkembangan alamiah pola pikir anak. Ini di luar dugaan semula.
             Di antara faktor ini adalah anak-anak telah memiliki kecenderungan melihat dunia alamiah sebagai sesuatu yang memang telah dirancang dan punya tujuan, dan bahwa suatu wujud cerdas ada di balik tujuan itu, kata Dr. Barrett.  Dr. Barrett memiliki bukti-bukti hasil temuan ilmiah di bidang psikologi yang melibatkan anak-anak. Menurutnya, kumpulan bukti ini menunjukkan anak-anak memperlihatkan keyakinan naluriah bahwa hampir segala sesuatu telah sengaja dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Di antara bukti ilmiah yang mendukung adalah percobaan pada bayi-bayi berusia 12 bulan. Perilaku keterkejutan teramati pada bayi-bayi itu saat diperlihatkan film di mana sebuah bola gelinding tampak tiba-tiba saja mencipta sebuah tatanan teratur rapi dari tumpukan acak.
               Dalam kajian ilmiah lain, anak-anak usia 6 dan 7 tahun ditanya mengapa burung pertama ada di dunia ini. Mereka menjawab "untuk membuat musik yang indah" dan "karena hal itu menjadikan dunia tampak indah ".  Dr. Barrett memaparkan fakta tambahan mengenai penelitian tersebut. Ada bukti bahwa anak-anak yang usianya belum melebihi 4 tahun sekalipun telah paham bahwa meskipun sejumlah benda dibuat oleh manusia, namun dunia alamiah sungguhlah berbeda dengan yang dibuat manusia..
         Dalam Hindu sosok Tuhan adalah sosok yang berada diatas segala-galanya, sosok yang tidak terpengaruh oleh situasi ciptaannya, yang sangat berbeda dengan konsep lain yang memperlihatkan sosok Tuhan begitu terpengaruh, bahkan tenggelam dalam situasi yang dialami ciptaaannya dalam segala penggambaran dari kemurkaan Tuhan akibat dari tidak diturutinya konsep penyembahan tertentu. Dimana dalam agama Hindu menyatakan bahwa pada dasarnya Tuhan (Brahman) memiliki 5 eksistensi yaitu:
         1) Paranàma
           Tuhan dalam wujud energi yang tidak tampak. Tidak berwujud". Beliau hanya merupakan sinar yang tanpa bentuk. Dalam istilah lain Tuhan (Brahman) seperti ini juga disebut Nirguna Brahman. Nir, berarti' tidak', Nirguna, berarti tidak memiliki sifat Triguna (Sifat Triguna itu adalah sifat: Satwika, Rajasika dan Tamasika', bebas dari sifat-sifat apa pun.). Brahman yang seperti ini juga disebut Nirkara yang artinya ' tidak berbentuk.
           2) Wyuhanàma
            Tuhan hanya dapat dilihat oleh Para Dewa, terbaring di atas lautan yang berada di atas Nagasesa. Tuhan yang seperti ini oleh Umat Hindu di Bali disebut Hana Tan Hana yang artinya,' Ada tetapi Tidak Ada'. Maksud dari ungkapan itu adalah bahwa Tuhan diyakini ada, tetapi tidak berbentuk dan sangat jarang atau hampir tidak pernah dilihat, sehingga disebut Hana tan Hana.
       3) Wibhawanaama
Tuhan yang disebut Wibhawanaama adalah Tuhan yang berbentuk. Dalam istilah lain Tuhan yang seperti ini juga disebut Sakara Brahman atau Saguna Brahman. Artinya Tuhan berwujud dan sekaligus mempunyai sifat atau guna. Tuhan memiliki bentuk agar para mahluk hidup dapat berhubungan dan dekat secara fisik dan emosional sehingga ini dapat meningkatkan kualitas dari nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual umat manusia

       4.  Antaraatmanaama
            Tuhan berbentuk seperti yang ditempatinya atau Tuhan meresapi seluruh ciptaan-Nya. Tidak ada segala sesuatu yang tidak berisi resapan Tuhan. Secara ilmiah dapat dikatakan bahwa Tuhan dalam wujud yang paling kecil adalah atom yang di dalam bahasa Sanskerta disebut anu. Anu ini dibcdakan menjadi dua bagian yakni Danabhaga dan Vibhaga dalam istilah modern Danabhaga adalah unsur molekul yang mengandung muatan positif dan Vibhaga adalah unsur negatif. Molekul yang mengandung muatan unsur positif inilah disebut proton dan unsur muatan yang negatif disebut elektron (Vibhaga). Unsur Danabhaga (positif) senantiasa, tidak pernah berhenti mengejar unsur yang bermuatan Vibhaga (negatif). Bentuk pengejarannya itu berbentuk clips. Di dalam istilah modern muatan positif atau proton senantiasa mengejar yang bermuatan negatif (elektron). Di dalam kehidupan para Dewa, terutama Dewa Siwa yang disebut juga Siwa Nataraja, adalah Siwa yang menari. Dewa Siwa Nataraja ini menarikan tarian jagat raya atau tarian kosmik. Tarian kosmik itu sebenarnya adalah gerakan universal jagat raya dalam wujud pengejaran Danabhaga mengejar Vibhaga yang berbentuk elips.

     Berikut ini petikan beberapa sloka tentang siapa itu Tuhan beserta sifat-Nya menurut Hindu:
1. Tuhan sebagai sosok yang tidak terbatas, maha kuasa dan awal dari segalanya

           Janmadhyyasya yatah
                                                                              (Brahma Sutra 1.1.2)

 Artinya : Tuhan adalah sumber (asal mula) dari segala yang ada.

          Sastroyonitwat

                                                                                (Brahma Sutra 1.1.3)

Artinya : Hanya Kitab Suci cara terbaik untuk mengenal Tuhan.

       Aham sarwasya prabhawo
       Mattah sarwam prawartate
       Iti matwa bhayante mam
       Bhuda bhawasamamwitah
       Bhagawadgitan X. 8 Artinya :


                                  (Bhagavadgita X.8)
Artinya:
           Aku adalah asal dari semuanya
           Dari Aku makhluk muncul
           Mengetahui ini orang bijaksana menyembah Ku
           Dengan rasa penyatuan diri


        Sa paryagao chukram akayam
       Awranam asnawiram suddham
       Apapa widdham kawir manisi
       Paribhuh swayambhur yatha
       Tathyato rtham wyadadhao
       Chaswati bhyah samabhyah

                                                                                    (Isa Upanisad 8)

  1. Tuhan itu hanya ada satu

            indram mitrarn varunam agnim ahur
            atho divyah sa suparno garutman
            ekarn sadvipra bahudhavadanty
            agnim yamam matarisvanam ahuh

                                                                                                (Rgveda 1.164.46)


    Artinya :
           Mereka menyebut Indra, Mitra, Varuna, Agni dan Dia Yang Bercahaya yaitu Garutman yang bersayap indah. Hanya satu Tuhan itu, tetapi orang yang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan.
            Kemudian dalam Chandogya Upanisad kita juga melihat bahwa Tuhan itu satu jua adanya :
              Ekam eva adwityam Brahman
                                                                                     (Chandogya Upanisad IV.2.1)
Artinya :
Tuhan itu hanya satu, tidak ada Tuhan yang kedua.

Sedangkan dalam Puja Tri Sandhya yang oleh umat Hindu wajib dilantunkan tiga kali sehari pun kita mengetahui bahwa Tuhan itu hanya satu :
                Eko narayanad na dwityo 'sti kascit
                                     (Puja Trisandhya)
Artinya :
               Tuhan itu hanya satu dan tidak ada duanya.

Selanjutnya Kekawin Sutasoma pun mengajarkan bahwa Tuhan itu tiada duanya, artinya hanya satu adanya:
                Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangruwa
                                                                                     (Kekawin Sutasoma)

  1. Tuhan dapat menjelma sebagai Avatara
       Avajananti mam mudha manusim tanum asritam
       Param bhavam ajananto mama bhuta-maheswaram

                               (Bhagavadgita 9.11)
Artinya:
       Orang yang tidak tahu akan menjelek-jelekan diri Diri-Ku bila Aku turun dalam bentuk manusia. Mereka tidak mengenal sifat rohani-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas segala sesuatu yang ada.

       Hindu memiliki dua konsep ketuhanan yaitu berwujud dan tidak berwujud yang keduanya dibenarkan sebagai objek pemujaan, namun yang paling tinggi itu adalah adalah konsep Tuhan yang tanpa wujud.

2 Percaya Dengan Adanya Atman
      Dalam kamus Sansekerta atma atau atman adalah suatu kata Sansekerta yang berjenis kelamin maskulin (m) atau jenis kelamin laki-laki / jantan. (bahasa sansekerta; kata-katanya berjenis kelamin sebagaimana pula bahasa Jerman), dimana atman yang mengandung pengertian suatu substansi yang amat kecil, halus dan gaib. Dalam kamus Sansekerta-Indonesia halaman 85 ada diuraikan : atman adalah nafas, roh, hidup, pribadi, saripati, jalan, sifat badan, kecerdasan, pemahaman, roh alam semesta.
            Pengetahuan kita tentang nafas, roh, hidup, pribadi, saripati, jalan, sifat badan, kecerdasan,pemahaman, roh alam semesta yang mendalam tidak mampu dan tidak tuntas dibahas oleh ilmu pengetahuan modern sekalipun. Namun demikian para Maha Rsi Hindu ribuan tahun yang silam telah sampai pada thesis serta riset dan teknologi roh. Hal ini dapat kita baca melalui ratusan thesis para maha Rsi berupa Kitab-Kitab Upanisad.
            Dalam kitab Brhad Aranyaka Upanisad Brahmana IV Prapatal,  dalam bab Penciptaan Dunia Dari Atman, diuraikan sebagai berikut:

         àtmaiuedam agra àsìt purusavidhah so
        'nuvkûya nànyad àtmano payat .
         'Pada permulaannya dunia ini adalah atman dalam bentuk pribadi'

            "Tulisan Maharsi ini memberikan penjelasan tentang alam semesta ini bermula atau berasal dari roh, dan roh yang tunggal itu meresap pada setiap substansi yang paling kecil sekalipun. Sebagai mana banyak diuraikan dalam berbagai mantram dan sloka suci bahwa tiada ruangan yang kosong untuk roh" Untuk memahami konsep atma (roh) melalui kitab-kitab Upanisad dibutuhkan kemampuan ekstra, yaitu suatu kemampuan diluar batas jangkauan intelektual, karena kedalaman bahasannya sulit diukur dengan ilmu pengetahuan intelektual. Selain itu tata bahasa dan kosa katanya yang demikian kaya akan membuat si pembaca linglung. Untuk itu dibutuhkan guru spiritual yang mapan untuk menuntun si pembaca, sehingga peranan guru spiritual menjadi mutlak dalam mengungkapkan konsep yang demikian hakiki. Menurut Prof. DR. S. Radhakrishnan: atman berasal dari akar kata An yang berarti bernafas. Dia adalah nafas dari yang hidup, jiwa, diri atau oknum inti dari perorangan.Atma adalah azas dari hidupnya manusia, jiwa yang mengisi oknumnya, nafas, prana, buddhi, prajfia berada di atasnya. Atman adalah yang tertinggal sesudah segala sesuarunya yang bukan atman lenyap. Rgveda membicarakan tentang bagian yang tiada dilahirkan (ajo bhagah). Ada unsur yang tiada dilahirkan dan karena itu abadi pada manusia. Yang jangan dibuat keliru dengan tubuh, yang hidup, pikiran dan kecerdasan. Ini bukanlah atman tetapi bentuknya, pengungkapannya keluar Atman kita sesungguhnya adalah keberadaan yang sejati, kesadaran sendiri dan tiada disifatkan oleh bentuk fikiran maupun kecerdasan. Bila kita mencarnpakkan atman dari semua kejadian-kejadian luar, maka muncullah dari kedalaman yang jauh suatu pengalaman, rahasia dan mengasyikkan, aneh dan agung. Inilah keajaiban dari pengetahuan  Ã tma, àtma-jnàna.
    Atma yang sesungguhnya adalah atman yang mutlak yang bukan golongan metafisik yang abstrak, tetapi atman rohani yang asli. Bentuk yang lain adalah keberadaan yang dijadikan obyek. Atman adalah yang hidup dan bukan obyek. Ini adalah pengalaman yang mana atman adalah subyek yang maha tahu pada saat yang bersamaan obyek yang diketahui. Atman hanya terbuka untuk atman. Atman bukanlah kenyataan yang obyektif, bukan pula sesuatu yang berupa subyektif murni. Hubungan subyek-obyek hanya mempunyai arti dalam dunia obyek-obyek / dalam lingkungan pengetahuan dalam arti luas, atman adalah cahayanya - cahaya dan melalui hal ini sajalah ada cahaya di alam semesta. Dia adalah cahaya abadi. Dia adalah yang tiada hidup atau mati, yang tanpa gerak atau perubahan yang masih bertahan ketika yang lainnya sudah berakhir. "Dia adalah yang melihat dan bukan obyek yang dilihat. Apapun yang berupa obyek, dia adalah yang termasuk bukan atman. Atman adalah kesadaran-saksi yang abadi",
Brahma, azas pertama dari alam semesta diketahui melalui atman, keberadaan yang di dalam diri manusia. "Sesungguhnya semua alam semesta ini adalah Brahman", dan juga jiwa ini yang terdapat dalam jantung, ini adalah Brahman. Tuhan adalah sesuatu yang lain dari pada yang lain, transenden dan sama sekali di luar alam semesta dan manusia, tetapi Dia masuk ke dalam manusia dan hidup di dalamnya dan menjadi azas (isi) yang paling dalam dari keberadaannya. Narayana adalah Tuhan pada manusia yang hidup dalam hubungan yang abadi dengan nara (manusia). Dia adalah yang abadi yang berdiam dalam alam yang fana. Seorang Manusia memiliki nilai lebih dari alam semesta. Dia hidup dengan merdeka dalam ketidak terbatasan yang tidak bisa diungkapkan dan juga dalam kesinambungan kosmis dalam kedudukannya sebagai atma. Kita bisa manunggal dengan kebendaan kosmis melalui itu kita dapat masuk ke dalam kesadaran kosmis, kita menjadi lebih hebat dari semua keberadaan kosmis kalau kita memasuki kesadaran yang mengatasi alam semesta.
Berikut ini penjelasan tentang Atman yang dijelaskan dalam berbagai kitab Veda

            Yasmin sarwani bhutany
            Atmaiwabhud wijanatah
            Tatro ko mohah kah soka
            Ekatwam anupasyatah
                                                                                    (Isa Upanisad-7)

Artinya:
Ia yang mengetahui Atman ada dalam semua insan tidak akan ragu-ragu, satu zat yang tersembunyi dalam setiap mahluk yang menghidupkan semuanya dan merupakan jiwa dari semua serta saksi dari semua perbuatannya.
             Karena itu Atman lalu dinyatakan sebagai berada didalam dan di luar ciptaan- Nya seperti dimaksudkan dalam Sloka Kitab Bhagawadgita di bawah ini:

                       Bahir antas cha bhutanam
                      Acharama charam eva cha
                      Su kshamatvat tad avijneyam
                      Du rastham cha ntike cha tat
                                                                                   (Bhagawadgita XIII.I 5).
Artinya:
           Tuhan (dalam wujud Atman) ada di luar dan di dalam semua insani, tiada bergerak, namun memiliki pergerakan yang terlalu amat halus untuk diketahui, ia jauh namun juga dekat sekali.

             Atman yang menghidupi manusia itu dinamakan Jiwatman, sedangkan yang menghidupi binatang disebut Janggama dan jika menghidupi tumbuh-tumbuhan Sthawana. Mengenai keberadaan Atman dalam tubuh manusia itu dijelaskan dalam Kitab Suci Hindu berikut ini                                                          
                                                                                                (Sudirga, 2004 : 16- 17)

                   Sariram brahmapravisat sarire adhiprajapatih

                                                                                                 (Athanvaweda XI.8.30)
Artinya:
 Tuhan memasuki tubuh manusia dan disana Dia menjadi Raja tubuh itu.

             Dari sini kita mengetahui bahwa Atman adalah unsur yang paling utama dari segala ciptakan ia berkuasa atas tubuh yang dimasukinya, ia yang mengendalikan tubuh tersebut. Hingga nantinya tubuh itu rusak ia akan meninggalkan tubuh itu dan beralih ke tubuh yang lain, atau dapat bersatu dengan sumbernya.
      Pengetahuan Atma yang membukakan jalan persatuan dalam keberagaman, tetap kekal dalam kehancuran. Orang yang telah memperoleh Pengetahuan Atma menjadi tahu semuanya. Upanisad mengatakan bahwa orang yang mengetahui Diri Sejati dapat mengatasi duka-cita. Semua pengetahuan tentang duniawi ditujukan untuk menyambung hidup (mencari pekerjaan). Namun bila pengetahuan Atma diketahui maka semua yang merupakan basis ilmu pengetahuan dan seni lainnya akan sangat mudah didapatkan. Bila seorang dapat berkomunikasi dengan Tuhan yang merupakan sumber seluruh ilmu pengetahuan, kekuatan dan kebijaksanaan yang kekal, maka orang tersebut mempunyai akses untuk setiap jenis pengetahuan. Oleh karena itu, setiap orang seyogyanya berusaha untuk memperoleh realisasi Diri Sejati melalui pemurnian pikiran dan hati hingga nantinya dapat mendekatkan diri pada Tuhan
            Konsep Atman dalam Hindu begitu lengkap dan boleh dikatakan paling lengkap diantara konsep dari kepercayaan lain.

3 Percaya dengan adanya Karmaphala
     Karmaphala adalah sebuah hukum yang berlangsung lewat sebuah proses perbuatan (karma) yang perlahan sudah bisa dibuktikan kebenarannya walaupun masih ada orang yang berpandangan negatif terhadap akan pembuktian itu.  Karmaphala berasal dari dua kata bahasa Sanskerta "karma" dan "phala." Karma berarti tindakan atau perbuatan yang baik atau buruk yang mengakibatkan hasil yang tidak dapat dielakkan pada masa yang akan datang. Sedangkan phala berarti buah, hasil, akibat, balas jasa atau ganti rugi. Dengan demikian karmaphala dapat diartikan sebagai hasil dari perbuatan yang pernah dilakukan. Perbuatan baik akan membawa akibat atau memberikan hasil yang baik, sedangkan perbuatan yang tidak baik akan membawa akibat atau memberikan hasil yang tidak baik. Ini nampaknya sudah merupakan hukum sebab akibat yang tidak dapat dihindarkan dan karena itu dinamakan Hukum Karmaphala. Bahkan Sri Svami Sivananda menyebutnya sebagai Hukum Karma saja. Dalam hal ini kata Karma itu tidak saja diartikan sebagai perbuatan, tetapi juga sebagai hasil perbuatan, sebab akibat atau pahala dari perbuatan atau karma itu tidak dapat dipisahkan dengan karma itu sendiri. Antara perbuatan dan pahalanya, antara perbuatan dan hasilnya hanya bisa dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.
               Hukum Karma atau Hukum Karmaphala itu berlaku universal dan menyeluruh di alam semesta ini. Hukum Karmaphala ini berlaku dimana saja, terhadap siapa saja dari berbagai latar belakang dan sepanjang masa serta bersifat abadi. Secara garis besar sifat-sifat Hukum Karmaphala itu dapat dijelaskan demikian:
a.   Hukum Karmaphala itu bersifat abadi, artinya ia ada semenjak terciptanya alam semesta ini dan akan berakhir pada saat pralaya atau kiamat.
 b.   Hukum Karmaphala ini berlaku secara universal, artinya berlaku terhadap siapa saja dan dimanapun mereka berada tanpa kecuali.
c.    Hukum Karmaphala berlaku sepanjang masa, artinya berlaku sejak dunia ini tercipta sampai kiamat.
d.   Hukum Karmaphala bersifat sempurna, artinya tidak dapat di tawar dan diganggu gugat.
e.    Hukum Karmaphala berlaku tanpa kecuali, dan universal.

     Berikut ini akan diuraikan  jenis-jenis Karmaphala

1.Jenis yang berdasarkan kapan hasilnya akan diperoleh :
a.    Sanclta Karmaphala adalah karmaphala dimana perbuatan atau karma yang dilakukan  pada masa lampau, hasil atau pahalanya belum dapat dinikmati sepenuhnya dalam kehidupan sekarang
b.  Prarabdha Karmaphala adalah Karmaphala dimana perbuatan atau karma yang dilakukan pada waktu ini, hasil atau pahalanya dinikmati pada waktu ini juga.
c.  Kryamana Karmaphala adalah karmaphala dimana perbuatan atau karma yang dilakukan pada waktu sekarang ini, hasil atau pahalanya baru dapat dinikmati pada masa kehidupan yang akan datang.

2. Karma berdasarkan karakter dari karma tersebut
a.  Wikarma Karma merupakan Karma yang mempunyai kandungan sifat Satwika yaitu lemah lembut, tenang, jernih, jujur.
b.  Sahaja Karma merupakan Karma yang mempunyai kandungan sifat Rajasika yakni dinamis, lincah, emosional, tidak tenang.
c.   Akarma Karma merupakan Karma yang mempunyai kandungan sifat Tamasika yaitu lamban dan malas.

3. Berdasarkan atas baik buruknya suatu perbuatan:
  a.  Subha Karma adalah Karma yang dilakukan dengan cara berbuat baik. Berbuat baik, hasilnya akan baik pula.
 b. .Asubha Karma adalah Karma yang menimbulkan per-buatan buruk. Berbuat tidak baik akan menghasilnya Karma yang buruk.

4.  Berdasarkan tingkat kesucian dari karma
  a. Sat Karma adalah Karma yang benar atau Karma yang suci. Karma ini penuh dengan kandungan nilai kemanusiaan seperti satya (kebenaran), dharma (kebajikan), prema (kasih sayang), santih (kedamaian) dan ahimsa (tidak menyakiti).
b.  Dush Karma adalah Karma yang penuh dengan kandungan Sad Ripu yaitu kama, kroda, loba, matsarya, mada dan moha.
c.   Misra Karma adalah Karma yang bercampur antara Sat Karma dan Dush Karma.

5.  Karma berdasarkan bentuk dari karma tersebut
 a.  Karma Pisik adalah Karma yang disebabkan oleh dan mempunyai akibat terhadap  badan kasar.
b.  Karma   Astral   adalah   Karma   yang   disebabkan   oleh   dan menimbulkan akibat terhadap perasaan atau keinginan.
c.  Karma   Mental   adalah   Karma   yang   disebabkan   oleh   dan menimbulkan  akibat  terhadap  badan  mental,  dalam hal ini pikiran.

6.  Berdasarkan tingkat keterikatannya
 a.    Vishaya Karma adalah perbuatan yang terikat dengan obyek indria, terutama yang bertalian dengan kepemilikan, keturunan, kemampuan. Dalam hal ini ada keinginan untuk mendapatkan hasilnya.
 b.     Sreyo Karma adalah perbuatan atau Karma yang dilakukan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Dalam hal ini tidak ada maksud untuk mengharapkan hasilnya (niskama karma).
c.      Karma Campuran adalah perbuatan campuran antara Sreyo dan Vishaya karma.

 7.  Berdasarkan frekuensi dari karma itu
a.     Nitya Karma merupakan Karma atau kegiatan tiap hari.
b.   Naimitika Karma adalah Karma yang tidak hams dilakukan setiap hari, dilakukan pada waktu tertentu.
c.     Kamya Karma merupakan Karma atau kegiatan yang bersifat khusus.      
d.   Nishida Karma adalah Karma atau perbuatan yang bersifat tidak baik, seperti kejahatan.
e.     Prayascita karma adalah karma atau perbuatan baik dan suci yang termasuk sebagai     perbuatan baik dan suci yang termasuk perbuatan subhakarma.

 8. Berdasarkan tujuannya
a.   Ista Karma merupakan Karma atau kegiatan yang ditujukan untuk berbhakti kepada Tuhan.
b.   Putra Karma merupakan Karma yang ditujukan untuk kepentingan umum atau sosial.


9.   Berdasarkan kelahiran

a.   Ayu Karma adalah perbuatan yang dapat menyebabkan umur menjadi panjang atau pendek, seperti hidup tenang atau stress, makan makanan vegetarian atau makan banyak daging, minum minuman keras dan lain-lain.
b.   Jnana Karma merupakan Karma yang dapat menyebabkan orang menjadi cerdas atau bijaksana.
c.    Dharsana Karma merupakan perbuatan yang dapat menimbulkan pandangan baru dalam kehidupan.
d.   Bhuta  Karma merupakan Karma yang dapat mempengaruhi bentuk kelahiran. Misalnya bunuh diri dapat mempengaruhi bentuk kelahiran kelak.

4 Percaya Dengan Adanya Reinkarnasi   
              Reinkarnasi sama artinya dengan Punarbawa atau Samsara. Punarbawa berasal dari bahasa sansekerta dari kata Punar yang artinya kembali dan Bawa yang artinya lahir. Jadi Punarbawa adalah suatu kepercayaan tentang kelahiran yang berulang ulang atau suatu proses kelahiran yang biasa disebut dengan penitisan, reincarnasi atau samsara.
Kalau ada kelahiran berulang ulang berarti ada kematian yang berulang ulang atau hidup yang berulang ulang. Memang kedengarannya aneh tetapi nyata, kelahiran dapat terjadi berulang ulang beberapa kali tanpa batas.
Didalam Bhagawad Gita Krisna mengatakan : Wahai Arjuna, Kamu dan Aku telah lahir berulang ulang sebelum ini, hanya aku yang tahu sedangkan kamu tidak, kelahiran sudah tentu akan diikuti oleh kematian dan kematian akan diikuti oleh kelahiran. Melalui Atman sebagai percikan Brahman, makluk dapat menikmati kehidupan. Karena adanya Atman maka ada kehidupan didunia ini dan Atman dalam proses menghidupkan akan berpindah pindah dan berulang ulang dengan menggunakan badan yang berbeda beda melalui Reinkarnasi (punarbawa/samsara) yaitu penjelmaan kembali sebagai makluk hidup
Pada saat janin berumur 4 bulan, atman sudah ada dengan dibungkus dengan Triguna yaitu Satwa, Rajas dan Tamas. Bagaimana proses Atma dapat menghidupkan semua makluk seperti manusia, binatang dan tumbuh2an. Pembentukan manusia yang terdiri dari lima unsur yang disebut Panca Maha Buta yaitu tanah (pertiwi), air (apah), api (teja), angin (bayu) dan ether (akasa) setelah mendapat sinarnya Brahman pada saat dalam kandungan dapat hidup dan menjadi manusia disebut Jiwatman.
Manusia tanpa Atman tidak mungkin hidup dan menjadi makluk seperti manusia seperti sekarang ini.Hubungan antara Atma dengan badan adalah seperti kita memakai baju, kita adalah atma dan baju adalah badan kita. Apabila baju telah usang maka baju tersebut akan dicampakan tidak dipakai lagi, dan kita (Atma) akan mencari pengganti baju baru ini ini yang disebut dengan proses reinkarnasi. Seperti Kresna berkata kepada Arjuna, bahwa engkau adalah pemakai baju tetapi engkau bukan baju, engkau penghuni rumah tetapi engkau bukan rumah. Engkau yang mengetahui lapangan, kshetrajna, tetapi engkau menganggap dirimu medan itu kshetra. Maka engkau harus menyamakan dirimu dengan atma dengan selalu mengingat atma, atma adalah brahman dan brahman adalah atma.
       Dalam kitab suci Bhagawadgita dan Bhagavata Purana menjelaskan secara panjang lebar dan lugas tentang sang roh serta pengembaraannya dari satu badan ke badan lain, “informasi tentang reinkarnasi tidak akan didapatkan dalam literatur manapun didunia ini, peradaban veda adalah peradaban yang tertua dan masih eksis sampai saat ini, veda memberikan informasi yang lengkap tentang rahasia alam semesta .... ” demikian kata Stephen Knapp dalam sebuah bukunya. Dalam kedua kitab suci tersebut maupun dalam purana purana lainnya menyatakan bahwa kehidupan tidak dimulai pada saat kelahiran atau berakhir saat kematian.     
Kehidupan itu abadi dalam hal ini kehidupan Atman. Badan material yang selalu berganti, badan material ini bersifat sementara, namun sang diri sebenarnya adalah sang roh, yang bersifat kekal. Sang roh terus menerus berpindah dari satu badan ke badan lainnya sesuai dengan kesadaran dan perbuatannya (karma bandana) masing-masing. Lebih jauh weda menjelaskan bahwa sang roh di dunia material berpindah-pindah melalui siklus 8,400,000 bentuk kehidupan (spesies), dari kehidupan yang paling sederhana yaitu mahluk bersel satu, tumbuh-tumbuhan, hewan sampai bentuk manusia atau dewa. Bentuk manusia merupakan satu-satunya kelahiran yang dapat menyediakan kesempatan bagi seseorang untuk kesempurnaan hidup diberikan kesadaran yang lebih sempurna dari pada mahluk hidup lainnya, dapat memahami jati diri kita serta mengerti bahwa tujuan hidup yang sebenarnya adalah bebas dari proses lingkaran kelahiran dan kematian. Sayangnya tidak ada lembaga pendidikan modern yang memberikan mata pelajaran tentang sang roh dan gejala-gejala keabadiannya.
Setelah mengetahui tentang sang roh maka, topik berikutnya adalah bagaimana sang roh mendapatkan badan-badan material yang baru, kenapa ada badan orang cantik, sehat, dilahirkan dalam keluarga kaya atau terhormat, kenapa pula ada badan orang yang cacat, sakit-sakitan, dilahirkan dalam keluarga yang sangat menderita, bahkan badan-badan hewan, pengetahuan tentang hal tersebut bersifat transedental – dengan singkat ” itu rahasia Tuhan”. Itulah wilayah-wilayah yang tidak dapat di fenetrasi oleh kemampuan manusia. Dalam gita menyatakan

     “Mahluk hidup pindah dari satu badan ke badan lainnya dengan membawa kesadaran masing-masing, seperti udara yang membawa jenis bau-bauan tertentu. Berdasarkan kesadaran demikian mahluk hidup meninggalkan badan dan menerima badan baru yang lain.”

 Asitim caturas caiva laksams tan iva-jatisu bhramadbhih purusaih prapyam manusyam janma paryayat   tad apy aphalatam jatah tesam atmabhimaninamvarakanam anasritya govinda-carana-dvayam "

Artinya:
Seseorang mencapai bentuk kehidupan manusia setelah bertransmigrasi melalaui 8.400.000 spesies kehidupan dengan proses evolusi gradual. Bahwa bentuk kehidupan manusia merosot menjadi  orang bodoh yang angkuh karena tidak mau berlindung di kaki padma Govinda." (Brahma-vaivarta Purana).

            Dalam Padma Purana juga menyatakan ; "Ada 900.000 spesies kehidupan di air; 2.000.000 spesies tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan; 1.100.000 spesies serangga; 1.000.000 spesies kehidupan burung; 3.000.000 spesies binatang buas; dan 400.000 spesies kehidupan manusia."           
             Proses perkembangan dan perjalanan sang roh melalui 8.400.000 spesies, yang telah berlangsung sejak waktu berjuta berabad-abad yang lalu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa jiwa (roh) tidak pernah mati dan tidak dilahirkan; sang roh adalah kekal. Sang roh bertransmigrasi dari satu badan ke badan lain. Hukum Tuhan tersebut berlaku untuk siapa saja, tanpa kecuali. Proses penciptaan alam semesta beserta isinya telah dijelaskan dalam Bhagavata purana. Spesies-spesies mahluk hidup telah diciptakan sangat kompleks dan sempurna sesuai dengan tingkat kesadarannya dan karmanya. Oleh karena itu teori evolusi sudah semakin lemah secara ilmiah dan sangat berbahaya karena akan mengembangkan paham atheis yang tidak mengakui proses penciptaan.
              Ketika sang roh mendapat badan manusia, lupa akan jati dirinya, lupa akan hubungannya dengan Tuhan kemudian menjadi sangat terikat dengan kegiatan duniawi, pada akhirnya kesadaran yang sesungguhnya menjadi sirna, dan pada saat sang roh meninggalkan badan (meninggal) kelak akan mendapatkan badan lain berdasarkan keinginan dan kesadaran yang telah dia kembangkan. Sri Krsna mengatakan: "Keadaan apapun  yang diingat seseorang pada saat sang meninggal, keadaan itulah yang akan dicapai." (Bhagavadgita 8.5). Kematian adalah bukanlah berakhirnya kehidupan tetapi terminal untuk mendapatkan badan-badan baru, badan baru yang bagaimanakah yang akan didapat, sangat tergantung pikiran pada saat sang roh meninggalkan badan, demikian juga ikatan-ikatan karma dimasa kehidupan lalu sangat mempengaruhi badan-badan jasmani yang akan didapat. Apakah badan tampan, sehat atau badan dengan penyakit kusta, epilepsi, sakit jiwa atau cacat fisik lainnya bahkan badan yang lebih rendah seperti hewan. Selama pikiran dan aktivitas manusia masih terikat dengan dengan duniawi, memuaskan indria maka selamanya akan ikut dalam arus kelahiran dan kematian. Oleh karena itu dikatakan dalam sastra bahwa didunia material apapun kedudukannya adalah penderitaan karena kelahiran dan kematian akan dialami berulang kali. Tujuan yang sesungguhnya dari kehidupan manusia adalah untuk melepaskan diri dari lingkaran reinkarnasi tersebut atau kembali pulang kerumah yang sejati yaitu kembali lagi menjadi jadi diri yang sebenarnya.
               Kalau memahami proses reinkarnasi tersebut, maka mudah dimengerti bahwa badan-badan yang kita dapatkan sekarang merupakan hadiah yang paling adil dan paling tepat dari apa karma pada kehidupan masa lalu dan kesadaran saat ini akan mempersiapkan badan untuk kehidupan yang akan datang. Bila kita mengembangkan kesadaran yang sesungguhnya yaitu kesadaran tentang jati diri kita maka akan mendapatkan badan-badan yang lebih tinggi. Inilah evolusi dari badan material lebih rendah ke ke badan material lebih tinggi dan akhirnya mencapai badan rohani yang kekal untuk menempati dunia rohani. Tetapi sebaliknya bila kesadaran kita merosot, sangat terikat dengan kepuasan indria-indria, maka akan mendapatkan badan yang lebih rendah, badan yang cacat, berpenyakitan, bahkan lebih rendah lagi. Hal ini merupakan human devolution, terjadi kemerosotan pada tingkat evolusi.
     Beberapa bukti ilmiah tentang adanya reinkarnasi telah diungkapkan oleh beberapa peneliti dengan berbagai metode pendekatan ilmiah. Beberapa buku seperti Children Past Lives, Twenty Cases Suggestive of Reincarnation, Where Reincarnation and Biologiy Intersect, memperkenalkan hasil penelitian Dr. Ian Stevenson, dari Universitas Virginia, Amerika, tentang bukti-bukti yang berhubungan dengan adanya kehidupan masa lalu dan reinkarnasi. Demikian juga website diinternet tentang reinkarnasi sangat banyak dijumpai yang menyediakan informasi tentang kehidupan masa lalu dan reinkarnasi. Reinkarnasi dalam pengertian hukum positip sulit dibuktikan sebagai suatu kenyataan ingatan kehidupan masa lalu, karena kemampuan daya ingat otak manusia sangat terbatas. Namun dalam keadaan tertentu, tanpa disadari atau terjadi perubahan kesadaran maka ingatan dibawah sadar tersebut akan muncul kepermukaan, dan dapat menguraikan dengan jelas tentang pengalaman-pengalaman pada kehidupan sebelumnya. Buku buku diatas telah mencatat kasus kasus kehidupan masa lalu seseorang, terutama pada anak-anak dibawah tiga tahun. Dalam keadaan hinotis dimana kesadarannya menurun namun dapat mengungkapkan secara terperinci pengalaman-pengalaman kehidupan masa lalunya. Kemudian cerita yang diungkapkan tersebut dilakukan cross check  dengan menelusuri, nama tempat tahun atai alibi-alibi lainnya, ternyata banyak benarnya. Ian Stevenson telah meneliti lebih dari duaribuan anak dari berbagai belahan dunia.
              Salah satu kasus yang paling bagus pembuktian kebenarannya yaitu seorang gadis muda dari India bernama  Shanti Devi, yang tinggal di Delhi (lahir tahun 1926) yang pada umur tiga tahun mulai mengingat dan bercerita tentang hal-hal dari kehidupan masa lalu di kota Muttra yang jauhnya delapan puluh mil. Dia mengatakan bahwa dia telah menikahi seorang saudagar kain, melahirkan seorang anak laki-laki dan meninggal dunia sepuluh tahun kemudian, dan banyak pernyataan yang diceritakan secara detail tentang kehidupan masa lalunya sampai ia berumur 9 tahun. Pernyataan-pernyataan itu direkam. Suatu komisi dibentuk untuk merencanakan dan menyaksikan kunjungannya ke Muttra, tempat keluarga yang sering disebut oleh Shanti Devi,  dan menyaksikan bahwa ia benar-benar mengenali sanak saudaranya yang lain dimasa lalu, mengetahui dengan detail jalan kerumahnya yang dahulu dikenalinya, dan bahkan mengungkapkan bahwa ada uang yang disembunyikannya di dalam rumah tersebut. Tempat persembunyiannya ditemukan dan bekas suaminya mengakui dia telah memindahkan uang tersebut. Jadi apa yang diceritakan oleh Shanti Devi itu memang benar-benar nyata. Demikian juga cacat fisik, tanda lahir yang terjadi sangat berhubungan kehidupan masa launya. Demikian juga kelainan-kelainan keperibadian sebagai contoh, seseorang sangat takut dengan air sungai, ternyata pada kehidupan masa lalunya orang tersebut meninggal karena tenggelam. Demikian juga dengan penyakit-penyakit yang diderita saat ini tidak lepas dari karma pada kehidupan yang lalu. Dalam Garuda Purana dan Padma Purana memberikan penjelasan yang sangat rinci tentang hal tersebut seperti, seorang penderita epilepsi dikatakan pada pada kehidupan yang lalu ia adalah seorang yang perkasa, kuat, tetapi kekuatannya tersebut digunakan untuk mencederai orang lain sehingga ia diberikan badan epilepsi. Demikian juga dengan penyakit kusta, penyakit paru-paru, dan sebagainya diungkapkan dengan jelas dalam purana tersebut. Walaupun secara ilmu kedokteran modern telah menemukan patogenesis penyakit sampai pada biomolekuler, ketahui terjadi mutasi pada kromosom tertentu sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik atau terjadinya penyakit. Telah dibuatkan peta kelainan kromosom tersebut secara rinci, namun pertanyaan yang mendasar yang tidak akan pernah dijawab adalah ; siapakah yang melakukan mutasi tersebut, kenapa hanya pada orang-orang tertentu saja terjadi mutasi tersebut ?.
       Banyak lagi ilmuwan barat yang telah membuktikan melalui pengamatan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah tentang adanya kehidupan setelah kematian. Raymond A Moody adalah salah satu diantara banyak ilmuwan yang tekun meneliti reinkarnasi dalam bukunya yang berjudul ” Life after life”. Buku tersebut menceritakan banyak pengalaman seseorang pada saat menjelang kematian (near-death experience).    
Richard Webster telah menyusun suatu pedoman untuk mengetahui adalanya ingatan kehidupan masa lalu (past-life memories) yang cukup akurat digunakan. Ada bermacam-macam metode digunakan untuk mengetahui adalah past-life memories, seperti contoh dibawah ini :

Ingatan Yang Bersifat Spontan.
             Khususnya anak-anak dibawah 3 tahun, ingatan muncul begitu saja tanpa diketahui asal-usulnya. Beberapa orang menggambarkan proses tersebut sebagai mimpi berjalan. Bayang-bayang dan suasana dapat muncul dalam ingatan dan subyeknya, kadangkala dapat merasakan bahwa mereka sendiri adalah bagian dari ingatan tersebut. Meskipun sering kali mereka melaporkan suatu perasaan yang berbeda dalam kenangan tersebut dari diri mereka sendiri.   

Ingatan Yang Dipicu (Triggered recall)
            Ingatan dialami dengan cara yang sama seperti diatas, namun dipicu oleh suatu peristiwa. Peristiwa tersebut bisa apa saja yang tampaknya mengingatkan seseorang akan sesuatu bagian yang penting dari ingatannya itu – contohnya bau yang khusus, penglihatan akan suatu obyek, suara ribut, mendengar sebuah kata atau kalimat yang khusus, rasa atau berada dalam suatu keadaan fisik yang khusus. Hal-hal tersebut dapat mengingatkan seseorang akan pengalaman masa lalu diluar kehidupan saat ini.

Melalui Mimpi.
           Seseorang sering kali mendapatkan mimpi berulang-ulang yang sama sekali tidak tampak seperti jenis mimpi biasa, atau bermimpi yang diluar pengalaman hidupnnya saat ini, dan kadang mimpi itu berkelanjutan. Mimpi adalah munculnya ingatan-ingatan kehidupan masa lalu dari bawah sadar.  

Hipnosis
           Hipnotis telah digunakan selama beberapa dekade sebagai suatu alat untuk mencoba menemukan ingatan-ingatan kehidupan di masa lalu atau pengalaman diluar badan. Meskipun metode hipnotis telah mulai dikembangakan sejak sekurang-kurangnya 150 tahun, namun sedikit yang dipahami tentang proses aktual dimana orang dapat dihipnotis. Pengaruh hipnotis menyebabkan subyeknya berada dalam suatu suasana tidak sadarkan diri. Keuntungan dari metode ini sedikit demi sedikit mengumpulkan ingatan-ingatan yang jauh ini, yakni bahwa pikiran dari subyek tersebut dapat dibuat terfokus dengan tajam dalam keadaan tidak sadarkan diri. Hipnotis digunakan untuk bermacam-macam tujuan seperti untuk menyidik suatu peristiwa dengan sedikit demi sedikit mencoba mengumpulkan potongan-potongan informasi.

Meditasi Yang Mendalam.
            Menditasi yang mendalam dikatakan dapat memberikan ingatan-ingatan yang bersifat spontan kepada subyeknya yang tampaknya berasal dari kehidupan-kehidupan masa lalu. Sekali mencapai keadaan meditasi yang mendalam, dampaknya sama seperti dihipnotis, terkecuali bahwa tidak adanya pengaruh eksternal yang kuat terhadap subyeknya. Setelah mengatakan hal ini, orang-orang yang mengalami kilas-balik sehubungan dengan kehidupan masa lalu atau ingatan-ingatan yang bersifat sebentar sering kali mendapatkan permulaan yang bagus di bidang ini, dan dapat memperoleh hasilnya dengan cepat jika mereka tekun.

5.Percaya akan adanya Moksha

             Mosha adalah Kebebasan Paripurna, Keselamatan atau Pembebasan- adalah tujuan terakhir dari empat pilar yang menyangga struktur kehidupan kita. Tiga pliar lainnya adalah, Dharma atau Kebajikan, Artha atau Kekayaan dan Kama atau Keinginan.
          Lazimnya, moksha diartikan sebagai "kebebasan dari siklus kehidupan dan kelahiran." Telah ada banyak pembicaraan, diskusi dan penelitian ilmiah pada subjek kehidupan setelah kematian, kehidupan setelah kehidupan, pengalaman dekat kematian, reinkarnasi dan seterusnya. Kendati demikian, moksha tetaplah sebuah misteri, karena ini bersinggungan dengan sebuah situasi di balik kehidupan dan di balik kematian. Dan yang paling penting, siapa dapat menjamin bahwa Anda tak akan terlahir kembali setelah anda mati "kali ini"?

     Penjelasan tentang Moksha terdapat dalam sloka Bhagavadgita sebagai berikut:

               Brahma bhutah prasan Atma
               nascati na ka ksati
              samah sarvesu bhu bhutesu
              madabhaktim labhate param
                                                                                                Bhagawadgita XVII. 5 4
Artinya :
            Setelah manunggal dengan Brahman dan tenang dalam jiwa la bebas dari duka cita dan keinginan. Memandang semua makhluk berbhakti kepada Ku.

            Bhaktya tvana nyaya sakya
           Aham evatn vidho ' rjuna
          Juatum dastum ca tattvena
           pravestum ca paramtapa

                                                                   Bhagawadgita XI. 54
Artinya :
            Akan tetapi dengan bhakti tunggal kepada Ku, Oh Arjuna
            Aku dapat dikenal, sungguh dilihat dan dimasuki ke dalam

     Dari sloka ini dijelaskan bahwa Moskha adalah menunggalnya Atman dengan Brahman, dimana Atman kembali menjadi essensinya yang sebenarnya yaitu energi penciptaan yang kembali pada sumber dari energi tersebut yaitu Tuhan.
     Berdasarkan beberapa uraian yang terdapat dari beberapa kitab Upanisad seperti Chandogya Upanisad, Muktika Upanisad, dan lain-lain maka dapat dirumuskan bahwa moksha adalah suatu kondisi sebagai berikut:
1. Moksha bukan seperti keberadaan di surga, karena pada saat moksha roh tidak lagi menikmati apapun yang sifatnya indriawi. Surga adalah suatu keadaan dimana jiwa masih menikmati kebahagiaan dan kenikmatan yang bersifat indria sedangkan moksha berada diatas itu.
2. Moksha bukanlah suatu tempat yang baru karena pada tingkatan moksha jiwa telah kehilangan identitasnya sebagai jiwa dan menyatu kedalam esensinya yang sebenarnya yaitu Brahman.
3. Moksha bukan suatu keadaan yang didapat dengan hanya melakukan sesuatu atau berkunjung ke suatu tempat.
4. Moksha adalah suatu keadaan dimana jiwa telah berhasil menaklukan keinginan, waktu, kelahiran dan kematian serta hukum karma.
5. Moksha adalah suatu keadaan dimana jiwa telah berhasil menaklukan semua bentuk ikatan yang bersifat indria dan tidak lagi menginginkan hal tersebut.
6. Moksha merupakan suatu bentuk dari pencapaian inti kebahagiaan.
7. Moksha adalah bentuk dari kebahagiaan non indria yang tiada bandingnya dan jauh lebih tinggi dari kebahagiaan di dunia ataupun disurga.
8. Moksha adalah pemusnahan dari semua vasana yang hanya akan membuat jiwa berinkarnasi kembali.
9. Moksha merupakan suatu keadaan dimana jiwa telah mengalami kesamaan essensi dengan sumbernya.
  1. Moksha bukan tempat yang membuat Anda bahagia dalam kapasitas sebagai individu
  2. Moksha bukan tempat untuk memuaskan keinginan karena moksha berkaitan dengan pemuasan keinginan itu.
  3. Moskha adalah suatu tingkatan yang mana jiwa telah mencapi suatu jnana yang tertinggi.

Berikut ini dua jenis moksha
1. Jiwan Mukti: adalah Moksha yang didapat saat sang jiwa masih ada badan wadagnya (tubuh kasarnya) tapi jiwa telah memiliki yang namanya viveka (kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk) dan viragya (tidak terikat oleh apapun yang ada di dunia maupun di surga yang berhubungan dengan kenikmatan indria)
2. Videha mukti: Dimana jiwa tidak membutuhkan lagi badan kasar dan sudah tidak lagi terkena hukum punarbhawa (kelahiran kembali) maupun karma phala.

Dimana jika dibagi menurut tingkatannya dibagi menjadi dua yaitu tingkatan para (lebih tinggi) dan Apara (yang lebih rendah). Untuk mencapai moksha ada beberapa aturan yang yang musti dijalani yaitu sebagai berikut:
1.Nityanitya vastuviveka (pembedaan antara yang abadi dan yang tidak abadi).
2.Ihamutmr-thaphala-bhogaviraga (tidak mempedulikan kenikmatan hidup di dunia dan sorga ataupun akan bviah kegiatannya atau viragya).
3.Satsampat (enam kebajikan) yaitu sarna (pengendalian pikiran), dama (pengendalian indria luar), uparati (pengurangan kenikmatan duniawi atau tidak memikirkan obyek indria atau pemutusan upacara keagamaan), titiksa (ketabahan akan kesenangan dan penderitaan, panas dan dingin), sraddha (yakin akan kebenaran kata-kata upanisad dan guru) dan samadhana (konsentrasi yang mendalam).
4. Mumuksatva (keinginan akan kebebasan).
      Selain itu ada juga tingkatan moksha berdasarkan kemampuannya dalam melihat kebenaran yaitu:
  1. Mokha dari keterikatan ajnana (kebodohan).
  2. Keselamatan dari ragasamksaya (keterikatan indria yang amat mendalam)
  3. Trsnaksaya (keinginan pada segala macam yang bersifat indria).
Selain itu juga terdapat tingkatan-tingkatan moksha yang dibagi sebagai berikut:

a. Sampya atau kemiripan dengan sifat Tuhan atau keakraban dengan sifat Tuhan yang merupakan Moksa yang dicapai semasa masih hidup, terutama oleh para Maharesi pada waktu melaksanakan yoga samadhi, sehingga dapat menerima wahyu dari Tuhan.
b.Sarupya (sadharmya) atau kesamaan sifat Tuhan dan mencerminkan keagungannya atau sama sifatnya dengan Tuhan dan memantulkan kemuliaan Nya merupakan Moksa yang dicapai semasih hidup dimana kedudukan Atman mengatasi unsur-unsur maya, misalnya Buda, Kresna, Rama dan Avatara-Avatara lainnya.
c.Salokya (Karma Mukti) atau keberadaan berdampingan yang sadar dengan Tuhan dalam dunia yang sama atau kesadaran atas keberadaan Tuhan di dunia ini merupakan Moksa yang dicapai oleh Atman setelah berada dalam posisi kesadaran yang sama dengan Tuhan, tetapi belum dapat bersatu dengan Nya. Dalam hal ini Atman telah mencapai tingkatan Dewa.
d.Sayujya (Puma Mukti) atau bersama dengan Tuhan mendekati kemanunggalan atau bergabung dengan Tuhan merupakan Moksa yang tingkatannya paling tinggi dimana Atman bersatu dengan Tuhan. Tercapailah sudah Brahma Atrna Aikyam atau Atman telah bersatu dengan Tuhan.

     Selanjutnya berdasarkan keadaan dari pembebasan itu dibagi menjadi.

a. Jiwa Mukti yaitu suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya, dimana Atmannya tidak terpengaruh lagi oleh gejolak indriya dan maya. Istilah Jiwa Mukti disamakan pula dengan Samapya dan Sarupya atau Sadharmya.
b.Wideha Mukti yaitu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya, dimana Atman telah dapat meninggalkan badan wadahnya, tetapi masih kena pengaruh maya yang sangat tipis. Dalam tingkat ini Atman berada setara dengan Brahman, tetapi belum dapat menyatu, karena masih ada pengaruh maya. Wideha Mukti dapat disamakan dengan Salokya.
c.Puma Mukti adalah kebebasan yang paling sempurna yang akan dicapai oleh seseorang setelah mengakhiri hidupnya di dunia. Pada waktu itulah Atman dapat bersatu dengan Brahman. Istilah Purna Mukti disamakan dengan Sayujya.
     Kemudian berkaitan dengan apa yang terjadi setelah mencapai Moksha dibagi sebagai berikut:
1. Moksha yaitu kelepasan yang masih meninggalkan bekas berupa jenasah atau badan kasar.
2. Adi Moksha yaitu kelepasan dengan meninggalkan bekas berupa abu.
3. Parama Moksha yaitu kelepasan tanpa meninggalkan bekas.
Dari semua penjelasan yang ada diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Hindu memiliki konsep yang jelas tentang apa yang menjadi tujuannya dan serta memiliki landasan yang sistimatis dan logis akan apa yang menjadi dasar kepercayaannya yaitu yang dikenal sebagai Panca Sradha.

info menarik