bisnis PTC INDONESIA

Iklan kami

Cari disini

SUGIAN JAWA DAN BALI

SUGIAN JAWA DAN BALI

Bagi masyarakat hindu Bali, merupakan awal dari rangkaian perayaan haru raya galungan dan kuningan, yaitu Rahinan Sugihan. Rahinan Sugihan ini terdiri dari 2 hari, yaitu Sugihan Jawa dan Sugihan Bali.

Ada beberapa penafsiran yang salah mengenai 2 rahinan sugihan ini, salah satu yang paling umum ialah, Sugihan Jawa di laksanakan oleh masyarakat hindu keturunan jawa dan Sugihan Bali dilaksanakan ol
eh masyarakat bali asli (jujur, saya sendiri sempat mempercayai ini dulu :p )

Makna sebenarnya dari Sugihan ini sebenarnya ialah “pembersihan atau penyucian”. Lalu bagaimana dengan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali?

Kata “jawa” dari sugihan ini berasal dari “jaba” yang artinya “bagian luar”. Nah, jika digabungkan dengan arti Sugihan Jawa secara harfiah adalah “pembersihan/penyucian bagian luar”. Maksudnya disini (jika dikaitkan dengan rangkaian Hari Raya Galungan) ialah pada hari Sugihan Jawa ini masyarakat hindu bali mengadakan upacara penyucian terhadap “bhuana agung” , yaitu alam sekitarnya. Pada sugihan jawa ini masyarakat tidak saja melakukan pembersihan secara sekala saja (membersihkan tempat suci dan segala peralatan) tapi juga secara niskala (melakukan upacara penyucian)

Kemudian sugihan bali yg berasal dari kata “wali” yang artinya “bagian dalam”. Secara harfiah, artinya “pembersihan bagian dalam” yg artinya pembersihan dr dalam diri sendiri. Biasanya pada hari tersebut masyarakat melakukan ritual “penglukatan” atau pembersihan diri dari segala yg bersifat kotor. Selain penglukatan, juga dilaksanakan bakti yoga yang tujuan nya memberikan ketenangan diri.

Jadi lain kali jika anda menemukan saudara atau keponakan anda menanyakan hal ini, setidaknya anda sudah bisa menjelaskan.

makna hari raya GALUNGAN

Makna hari raya GALUNGAN

Manganyam Hari Menapaki Waktu

Hari raya Galungan, tidak semata-mata dirayakan persis di hari Buda Kliwon Dunguan saja. Namun banyak rangkaian acara yang mengawali dan mengakirinya.

1. Sugihan Jawa : Wrespati (kamis), Wage, Sungsang; enam hari sebelum Galungan. Pada hari ini merupakan merupakan Pasucian dewa kalinggania pamrastista batara kabeh (Penyucian Dewa, karena itu hari penyucian semua
bhatara). Pelaksanaan upacara ini adalah dengan membersihkan segala tempat dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci.

2. Sugihan Bali : Sukra (Jumat), Kliwon, Sungsang; sehari setelah Sugihan Jawa. Pada hari ini merupakan Kalinggania amretista raga tawulan (menyucikan diri sendiri ; oleh karenanya menyucikan badan jasmani masing- masing). Kata “bali” dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada di dalam diri. Dan itulah yang disucikan.

3. Pada hari Minggunya : Redite (minggu), Paing, Dungulan diceritakan Sang Kala Tiga Wisesa turun mengganggu manusia. Maka pada hari ini diwajibkan bagi semua manusia mengheningkan diri dan jiwa melakukan tapa Samadhi agar terbebas dari gangguan Butha Galungan.

4. Penyajaan : Soma (Senin), Pon, Dungulan: adalah Penyajaan Galungan. Pada hari ini, yang paham Yoga Samadhi akan melakukan pemujaan, yang dikenal dengan nama : “Pangastawaning sang ngamong yoga samadhi.” Pada hari ini juga mulai melakukan persiapan-persiapan untuk menyambut hari raya Galungan. Secara umum dilakukan pembuatan jajanan dan makanan untuk keperluan sesajen ketika hari Raya Galungan dating.

5. Penampahan : Anggara (Selasa), Wage, Dungulan: Pada hari inilah dianggap sebagai hari untuk mengalahkan Butha Galungan dengan upacara pokok yaitu membuat banten byakala yang disebut “pamyakala lara melaradan”. Umat kebanyakan pada hari ini menyembelih babi sebagai binatang korban. Namun makna sesungguhnya adalah pada hari ini hendaknya membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri.

6. Galungan : Buda (Rabu), Kliwon, Dungulan: pada hari inilah perayaan puncak Galungan. Persembahnyangan dilakukan disemua tempat disekitaran tempat tinggal. Dari persembahyangan lingkungan desa, sampai persembahyangan di rumah (Merajan-pura keluarga).

7. Manis Galungan : Wrespati (Kamis), Umanis, Dungulan: Pada hari inilah waktunya bergembira, merayakan kemamangan atas diri sendiri. Dan pada hari inipulalah biasanya dilakukan kunjungan ke sanak keluarga untuk saling mengucapkan hari raya dan saling memaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan. Yang ada adalah keriangan. Tak jarang juga pada hari ini dimanfaatkan oleh banyak orang untuk bepergian jauh, termasuk ke pura-pura besar yang ada diluar daerahnya masing-masing.

8. Pemaridan Guru : Saniscara (Sabtu), Pon, Dungulan: Pada hari ini umat dianjurkan menghaturkan canang meraka dan “matirta gocara”. Upacara tersebut barmakna, umat menikmati waranugraha (anugrah) Dewata.

Menyerap, Meresap, Menyemai

Ketika usia masih kecil, semua perayaan adalah baju baru dan keriangan. Namun sejalan dengan pematangan usia dan kesadaran, maka pemahaman dan pencariannya jauh menuju pencapaian “baju baru” yang berbeda. Bukan lagi baju yang terjual di toko-toko dengan segala macam ragam corak dan harganya, namun baju baru yang bersifat baju kesadaran jiwa, agar senantiasa mengalami kebaruan kesadaran, kebaruan kedewasaan dan kebaruan spiritual.

Dengan kebaruan-kebaruan ini yang mengarah pada peningkatan kesadaran spiritual, diharapkan manusia senantiasa mengasah diri dan kesadarannya demi pencapaian “kebersihan yang murni”. Kebersihan jiwa kesadaran. Akan peran dan proses memahami kehidupan di dunia ini.

Tujuan akhirnya adalah:

agar kita sadar betul, bahwa manusia tercipta dari sumber yang sama, punya kedudukan yang sama, punya martabat yang sama, punya tujuan yang sama dalam hidup yaitu memahami tujuan hidup itu sendiri. Tidak peduli lagi “baju” jenis apa yang sedang kita sandang dalam kehidupan ini. Dan menyadari bahwa kita bersumber dari sumber yang sama. Tuhan, sang jiwa sejati. Sang Hyang Tunggal.

Salam damai
damuhbening

(*1 :: Penjor::
symbol dunia dengan segala isinya, yang dibuat dari pohon bambu dengan ujung melengkung. batang bambu dihias sedemikian rupa, tidak ada aturan yang baku dalam tata hias tersebut. Namun yang pasti pada bagian bawah selalu ada hiasan janur/daun aren yang terpasang lepas. Batang bambu dililit dengan daun aren/janur dikeseluruhan batangnya dari dasar sampai ujung. Selain hiasan-hiasan dengan kreasinya masing-masing, maka penjor biasanya ditambahkan gantungan buah-buahan, jajanan, hasil panen petani. Semua ini hanya simbol rasa syukur dan juga simbol semesta dengan kehidupannya.

makna lainnya, penjor merupakan lambang Gunung Mandara Giri dan Naga Ananta Boga, pada saat proses pencarian Tirta Amarta.

Lontar Sri Jayakasunu:

Sri Jayakasunu heran kenapa para raja dan pejabat pemeritahan pendahulunya senantiasa berusia pendek. Maka untuk itu Sri Jayakasunu melakukan tapa brata yoga Samadhi di Bali, yang terkenal dengan istilah “Dewa Sraya”, artinya; mendekatkan diri pada dewa. Lokasi yang dipilih oleh Raja Sri Jayakasunu adalah di Pura Dalem Puri, dekat Pura Besakih.

Dalam kesungguhan dan kekhus
yukannya melakukan Tapa Brata Yoga Samadhi inilah Sri Jayakasunu kemudian mendapatkan pawisik/wahyu dari Dewi Durga, sakti dari Dewa Siwa. Yang menjelaskan bahwa bencana tersebut disebabkan lantaran para leluhurnya sudah tidak mau lagi merayakan Galungan.

Dari wahyu itupulalah Raja Sri Jayakasunu diminta kembali merayakan Galungan setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan tradisi yang pernah berlaku. Dan sekaligus diwajibkan memasang penjor(*1 bagi umat Hindu yang sedang merayakan hari raya tersebut. Pemasangan penjor ini dimulai ketika hari Penampahan tiba (sehari sebelum Galungan).

Dalam lontar tersebut, diurai juga bahwa inti pokok perayaan hari Penampahan Galungan adalah melaksanakan byakala yaitu upacara yang bertujuan untuk melepaskan kekuatan negatif (Buta Kala) dari diri manusia dan lingkungannya.
Dalam lontar itu disebutkan:

Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.

Artinya:
Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.





info menarik